Site icon Lingkar.co

Atasi ABK, Dinas Pendidikan Kota Semarang Siapkan Guru Khusus di ULD

Kepala Disdik Kota Semarang, Dr. Bambang Pramusinto, SH, MH seusai menjadi narasumber Upgrading Komite PAUD yang digelar Dewan Pendidikan Kota Semarang di kampus Graha Wisata (Grawis) Hotel School, Jl. Puspowarno Raya, Semarang Barat Kota Semarang, Sabtu (27/9/2025) siang.

Kepala Disdik Kota Semarang, Dr. Bambang Pramusinto, SH, MH seusai menjadi narasumber Upgrading Komite PAUD yang digelar Dewan Pendidikan Kota Semarang di kampus Graha Wisata (Grawis) Hotel School, Jl. Puspowarno Raya, Semarang Barat Kota Semarang, Sabtu (27/9/2025) siang. Foto: Rifqi/Lingkar.co

Lingkar.co – Penerapan peraturan wali kota (Perwali) tentang sekolah inklusi di kota Semarang menyisakan permasalahan yang harus segera mendapatkan solusi. Yakni Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang belum tentu bisa memahami pembelajaran dari guru kelas padat umumnya.

Maka dari itu, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Semarang mempersiapkan Guru Pendamping Khusus (GPK) yang bertugas di Unit Layanan Disabilitas (ULD).

“Jadi konsep kami ULD ini, kami kan punya guru GPK 15, guru yang memang kompetensinya guru pendamping khusus. Nah itu nanti kami tempatkan di ULD.” kata Kepala Disdik Kota Semarang, Dr. Bambang Pramusinto, SH, SIP, MSI seusai menjadi narasumber Upgrading Komite PAUD yang digilar Dewan Pendidikan Kota Semarang di kampus Graha Wisata (Grawis) Hotel School, Jl. Puspowarno Raya, Semarang Barat Kota Semarang, Sabtu (27/9/2025) siang.

Dia menjelaskan, ULD berbeda dengan Rumah Duta Revolusi Mental (RDRM) yang lebih fokus pada persoalan psikologi dan sosial, “Yang ini unit layanan disabilitas untuk membantu sekolah-sekolah yang mereka memiliki ABK, anak berkebutuhan khusus,” kata Budiyanto di hadapan 100 peserta.

Menurut dia, ULD merupakan solusi sekolah inklusi, yakni membaurkan anak penyandang disabilitas agar tidak harus belajar di Sekolah Luar Biasa (SLB), “Jadi kalau memang tidak harus ke sekolah luar biasa, SLB, kita bantu di ULB. Jadi setelah di assessment, RDRM kok kategorinya cenderung berat, coba kita latih dulu di ULB,” jelasnya.

“Karena mengasuh anak berkebutuhan khusus ini perlu kemampuan ekstra, perlu waktu yang lebih lama, dan kemampuan yang spesifik dari gurunya,” urainya.

Lebih jauh ia mengungkapkan, gagasan tersebut tidak lepas dari kolaborasi Disdik dan Dewan Pendidikan Kota Semarang yang menggelar Ngopi Bareng, sebuah ajang diskusi tematik yang fokus untuk memecahkan persoalan-persoalan pendidikan di kota Semarang.

“Nah kemarin kan itu semua masukan dari Pak Dr. Budiyanto, ketua Dewan Pendidikan kan begitu, harus ada guru yang khusus mendampingi proses belajar dan mendidik anak berkebutuhan khusus,” ungkapnya.

Saat ini, kata Bambang, ULD baru tersedia di kecamatan Semarang Selatan, “Tapi nanti kan perlu dibangun lagi di Genuk misalkan, di Banyumanik. Jadi masyarakat enggak terlalu jauh gitu,” ujarnya.

Kendati demikian, Bambang mengakui ULD juga harus memperhatikan spesifikasi atau pengelompokan ABK. Dia menyontohkan, ada tiga anak kebutuhan khusus yang berbeda, satu tuna rungu, tuna wicara, dan tuna daksa. Tentunya ketiganya tidak bisa dibimbing oleh satu GPK.

“Ini kemarin masukan dari Dewan Pendidikan agar ke depan cepat dibuat konsep, dikelompokkan. Jadi pembelajarannya mentes gitu, karena kalau asal saja hanya konsep pembelajaran, ya emang ndak efisien, ndak efektif gitu,” katanya.

Ketua Dewan Pendidikan Kota Semarang Dr Drs Budiyanto SH MHum saat menyampaikan materi dalam Upgrading Komite PAUD ‘TK, Pos PAUD/KB Kota Semarang di Graha Wisata (Grawis) Hotel School, Semarang Barat, Kota Semarang, Sabtu (27/9/2025). Foto: Rifqi/Lingkar.co

Senada, Ketua Dewan Pendidikan Kota Semarang, Dr. Drs. Budiyanto, SH, MHum menuturkan, pendidikan membutuhkan perhatian dari berbagai pihak, dari keluarga, lingkungan hingga sekolah yang dapat mendukung perkembangan anak didik.

Ia mengakui, tidak hanya sebatas mengusulkan guru pendamping khusus. Namun lebih dari itu, ia ingin ada rumah inklusi yang menjadi wadah bagi para guru pendamping khusus. Dengan demikian, para guru bisa lebih fokus mendampingi anak saat di sekolah.

“Nah anak yang berkebutuhan khusus ini juga tentunya membutuhkan perhatian khusus dari keluarga hingga sekolah, termasuk,” ujarnya.

Menurut dia, setiap anak yang lahir memiliki potensi yang belum tentu sama, terlebih lagi ABK yang membutuhkan pendampingan secara mental maupun kompetensi agar bisa menata diri menjadi orang yang berguna di masa depan.

“Nah, harapan kami di dewan pendidikan itu hanya ingin mereka bisa tetap berkembang seperti anak lain pada umumnya. Meskipun mereka berbeda, tapi kita tetap memberikan peluang tumbuh dan berkembang yang sama,” tuturnya. (*)

Penulis: Ahmad Rifqi Hidayat

Exit mobile version