JAKARTA, Lingkar.co – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, membahas penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Minuman Beralkohol (Minol), Kamis (16/9/2021).
RUU itu, dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Baleg DPR, dengan Polri, dan Dirjen Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan RI.
Dalam RDP, berbagai usulan mengemuka dari Polri dan Dirjen Bea Cukai, terkait RUU tentang Larangan Minol tersebut.
“Pendapat Polri terkait dengan RUU Larangan Minuman Beralkohol diganti dengan pengendalian dan pengawasan,” kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Mabes Polri, Brigjen Krisno H Siregar, dalam RDP itu.
Karena kata dia, adanya larangan sesuai Pasal 5-8 tidak berlaku pada kepentingan terbatas, seperti adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan.
“Jika menggunakan kata larangan yang berarti memerintahkan supaya tidak melakukan sesuatu, maka dalam hal ini masyarakat tidak boleh memproduksi, menjual, maupun mengkonsumsi minuman beralkohol,” kata Krisno.
Sedangkan minuman beralkhol, kata dia, juga bermanfaat bagi kesehatan. Bahkan, pada beberapa wilayah di Indonesia, mengkonsumsi minuman beralkohol dijadikan adat atau kebiasaan pada daerah tersebut.
“Oleh karena itu, kurnag tepat apabila menggunakan kata larangan, sebaiknya menggunakan kata pengendalian dan pengawasan,” kata Krisno.
Namun, pada prinsipnya, Polri setuju dengan pengaturan tentang minuman beralkohol diatur secara nasional melalui UU ini.
“Yang kemudian secara berjenjang dijabarkan hingga ke tingkat provinsi dan Kab/Kota yang disesuaikan kearifan lokal masing-masing daerah,” kata Krisno.
Dia mengatakan, minuman beralkohol tidak hanya menimbulkan penyakit tidak menular, tetapi juga menjadi penyebab banyaknya terjadi kecelakaan lalu lintas.
“RUU ini akan membawa aspek positif, tidak hanya sisi kesehatan dan sosial dan tindak pidana, tapi juga kecelakaan lalu lintas dan berbagai macam penyakit masyarakat lainnya yang berawal dari konsumsi minuman beralkohol. Sehingga ini diharapkan bisa menurunkan angka kematian di Indonesia,” jelasnya.
SUDAH BANYAK ATURAN
Sementara itu, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, yang juga hadir dalam RDP, memberikan pandangan dan usulan terhadap RUU tersebut.
Dia mengatakan, saat ini telah banyak aturan yang mengatur mengenai minuman beralkohol pada berbagai Kementerian/Lembaga.
Sehingga kata dia, pihaknya mengusulkan RUU minuman beralkohol lebih pada sisi pengendalian.
“Kami dari Kemenkeu mengusulkan lebih kepada pengendalian. Sebab kita mengetahui bersama saat ini MMEA yang ada di Indonesia sudah ada dan banyak pengaturannya,” jelasnya.
Kemudian, kata Askolani, dari sisi fiskal ada MMEA yang masuk dalam UU cukai, UU Kesehatan, UU Pangan, UU Perindustrian dan UU perdagangan.
“Termasuk PP keamanan mutu dan gizi pangan, dan ada juga Perpres tentang pengendalian minuman beralkohol yang saat ini telah ditetapkan Pemerintah,” jelasnya.
Ia pun mengatakan, pihaknya meminta agar RUU minuman beralkohol ini harus harmonis atau melengkapi serta penguatan aturan yang sudah ada.
“Semangat UU larangan minuman beralkohol ini, pandangan kami, pertama kalau bisa harmonis dengan regulasi yang ada,” kata Askolani.
“Dan kedua penguatan yang harus kita isi dari regulasi yang ada, sehingga pengelolaan dan manajemen dari RUU minol ini bisa yang lebih efektif dan optimal,” lanjutnya.
Kemudian kata dia, mengacu pada UU Cukai, sudah mengatur pula dari pra produksi hingga izin produksi dan persyaratan lainnya, termasuk pengaturan tarif.
TANGGAPAN ANGGOTA BALEG
Menanggap usulan Polri itu, anggota Baleg DPR, Putra Nababan, mengatakan, masih ada perdebatan seputar penamaan calon regulasi itu.
“Apakah akan disebut larangan atau pengendalian dan pengawasan, sesuai sikap Polri terkait pelarangan versus pengendalian,” ucapnya, di Gedung Nusantara I, Jakarta.
Putra juga menilai, penegakan aturan minol masih belum optimal, sehingga perlu regulasi yang lebih mumpuni.
Selain itu, anggota Fraksi PDIP itu, mengapresiasi berbagai usulan yang ada dalam RDP tersebut.
“Saya concern pada usulan terkait rehabilitasi medis dan sosial bagi konsumsi alkohol. Ini jadi masukan yang baik buat kita,” ucapnya.
Berkaca pada banyak negara maju, Putra memaparkan, rehabilitasi terhadap pecandu minol mendapat penanganan serius.
Saat ini, menurut dia, di Indonesia, akrab dengan program rehabilitasi terhadap pengguna narkoba.
Padahal menurutnya, tingkat ketergantungan konsumsi minol juga tak kalah tinggi dibandingkan barang terlarang tersebut.
“Sehingga bagaimana Negara atau lembaga-lembaga terkait juga menhyiapkan program-program rehabilitasi dalam konteks medis dan sosial,” jelasnya.
Maka, menurut Putra, perlu referensi dan masukan dalam konteks penanganan pecandu minol itu.
Sementara itu, anggota Baleg DPR, Christina Aryani, menyoroti pernyataan pemateri terkait utgensi RUU tentang Minol, untuk mengurangi tingkat kematian akibat berkendara karena pengaruh alkohol.
“Apakah sudah ada data statistiknya? Soalnya penyebab kematian ketika berkendara cukup beragam,” tanyanya.
“Jangan sampai pernyataan ini bias, maka kami ingin tahu seberapa besar angka tersebut?,” lanjutnya.
Selain itu, Christina menyoroti usulan mengangkat peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan bahaya minol.
Ia mengingatkan, agar ada kehati-hatian, serta jangan sampai hal itu menjadi momen kemunculan ada polisi sipil yang berpotensi menimbulkan kericuhan tengah masyarakat.
Sebenarnya banyak sektor telah memiliki aturan terkait minol baik dari sisi industri, perdagangan, kesehatan dan lainnya.
Sehingga, kata Christina, RUU tentang Minol dapat harmonis dengan regulasi yang telah eksis.
“Pembentukan UU ini juga harus mendengar masukan yang banyak, saya pikir semua stakeholder terkait patut diberikan kesempatan menyampaikan pandangannya,” tutup Christina.***
Penulis : M. Rain Daling
Editor : M. Rain Daling
Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps