Site icon Lingkar.co

Eri Cahyadi Terapkan Sanksi Sosial Bagi Pasien TBC yang Mangkir Pengobatan

Walikota Surabaya, Eri Cahyadi. Foto: ISTIMEWA

Walikota Surabaya, Eri Cahyadi. Foto: ISTIMEWA

Lingkar.co – Pemerintahan Kota (Pemkot) Surabaya terus berupaya melakukan pencegahan dan pengendalian penyakit tuberkulosis (TBC) dengan cara pemberian pengobatan gratis secara rutin. Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi mengimbau kepada seluruh masyarakat yang menderita penyakit TBC untuk segera melakukan pengobatan secara rutin di fasilitas kesehatan yang telah disediakan.

Tidak hanya itu, ia juga menegaskan kepada masyarakat apabila ada pasien TBC yang tidak mau melakukan pengobatan akan diberikan sanksi sosial.

“Sudah tau sakit kenapa tidak mau berobat. Kalau itu penderita TBC berjalan kan bisa menular ke orang lain. Kita punya datanya sehingga nanti kalau warga Surabaya memang dia sakit kemudian tidak mau diobati ya sudah, kita bekukan KTP-nya,” Kata Eri, Senin (28/4/2025).

Oleh karena itu, kata Eri, agar TBC tidak semakin meluas ke seluruh warga Kota Surabaya, Pemkot akan memberikan sanksi sosial bagi warga pengidap TBC yang tidak mau berobat.

“Ya, NIK dan BPJS akan diberhentikan semua termasuk kegiatan yang untuk adminduknya (administrasi kependudukannya) akan kita bekukan semua. Karena kan itu membahayakan warga semuanya, baru bisa aktif lagi ketika pasien mau berobat lagi,” imbuhnya.

Baca juga: Resmi Jadi Bandara Internasional, Agustina : Bandara Jenderal Ahmad Yani Bakal Perkuat Peta Perdagangan Internasional

Sanksi ini diberlakukan berdasarkan Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 117 Tahun 2024 tentang Penanggulangan TBC di Kota Surabaya.

Tujuan diterapkannya Perwali tersebut adalah untuk meningkatkan upaya percepatan eliminasi TBC di Kota Surabaya tahun 2030.

Selain itu, aturan ini juga untuk memastikan masyarakat mendapatkan hak sehat melalui fasilitasi skrining TBC, baik di fasyankes dan mandiri, serta memastikan terduga penderita TBC mendapatkan pelayanan sesuai standar dan menurunkan angka drop out atau putus berobat.

Di samping itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya, Nanik Sukristina mengatakan, berdasarkan perwali nomor 117 tahun 2024 pasal 26 dan 29, pasien penderita TBC Sensitif Obat (SO) dan TBC Resisten Obat (RO) yang mangkir selama satu minggu tanpa konfirmasi dan terdapat indikasi drop out atau menolak pengobatan, rumahnya akan ditempel stiker “Mangkir Pengobatan”.

Dalam penerapan tersebut, Pemkot Surabaya akan membentuk tim Hexahelix, yang terdiri dari unsur kecamatan, kelurahan, puskesmas, Bhabinkamtibmas, Babinsa, RT/RW, tokoh agama, tokoh masyarakat, Satgas TBC, Kader Surabaya Hebat (KSH), hingga peer educator.

”Mekanisme yang dilakukan dengan intervensi berupa satu kali kunjungan rumah oleh puskesmas dan dua kali kunjungan rumah oleh Tim Hexahelix wilayah, untuk memberikan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) sanksi administratif. Jika sudah dilakukan intervensi sebanyak tiga kali dan tetap tidak ada perubahan, maka dilakukan pemasangan stiker “Mangkir Pengobatan” di rumah pasien,” kata Nanik.

Di sisi lain, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya, Eddy Christijanto menyampaikan, jika ada pasien penderita TBC yang tidak mau mengikuti pengobatan yang dilakukan Pemkot Surabaya, maka pembuatan KTP atau NIK beserta BPJS Kesehatannya akan dinonaktifkan.

“Sehingga mereka tidak bisa melakukan pengobatan ke unit-unit faskes, akan tetapi kalau mereka mau mengikuti pengobatan yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya sampai sembuh, maka mereka tidak ada konsekuensi itu,” kata Eddy.

Bagi penduduk yang pindah dari luar kota ke Surabaya, lanjut Eddy, setelah mengurus KK dan sebelum diterbitkannya KTP, maka orang tersebut wajib mengikuti skrining TBC yang dilakukan oleh Dinkes Surabaya.

Setelah hasil skrining tersebut keluar dan dinyatakan tidak ada indikasi terjangkit TBC, maka bisa segera dilakukan pencetakan KTP oleh Dispendukcapil.

”Misalnya, dari hasil skrining itu ada tanda gejala TBC, dan mereka (pemohon) mau melakukan pengobatan, juga akan kita terbitkan (KTP). Tapi ketika hasil skrining mereka ternyata mengidap TBC, tapi tidak melakukan atau tidak bersedia untuk mengikuti program pengobatan pemkot, maka KTP tidak kita terbitkan,” tegasnya.

Penulis : Kharen Puja Risma

Exit mobile version