Site icon Lingkar.co

Festival Teater Gema UPGRIS Hidupkan Geliat Seni Pertunjukan Pelajar dan Mahasiswa Jateng

Penampilan teater Gema UPGRIS. (dok Gema UPGRIS)

Penampilan teater Gema UPGRIS. (dok Gema UPGRIS)

Lingkar.co – Semangat berkesenian di Jawa Tengah kembali menemukan panggungnya. Setelah lima tahun terhenti akibat pandemi, Festival Teater Gema 2025 yang digagas Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Gema Universitas PGRI Semarang (UPGRIS) resmi digelar kembali pada 8–10 Desember 2025.

Agenda tahunan yang dimulai sejak 2000 itu kembali hadir dengan format lebih luas. Tahun ini, panitia menghadirkan lima kelompok teater pelajar SMA/SMK, tiga kelompok teater mahasiswa se-Jateng, serta memilih sepuluh naskah monolog terbaik untuk dibukukan. Total hadiah yang diperebutkan mencapai Rp25 juta.

Rangkaian kegiatan diawali pembukaan pada Senin (8/12), dilanjutkan kompetisi dan malam penganugerahan. Penutup festival diisi dengan peluncuran buku kumpulan naskah monolog terpilih.

Pada kategori drama, proses penjurian melibatkan Yogi Swara Manitis Aji, Apito Lahire, dan Tentrem Lestari. Sementara kurator naskah monolog adalah Asa Jatmiko.

Wakil Rektor III UPGRIS, Sapto Budoyo, menegaskan bahwa festival ini tidak hanya menjadi ruang berekspresi, tetapi juga sarana belajar manajemen kegiatan bagi mahasiswa.

“Komitmen UPGRIS tidak hanya memberikan bekal hard skill, tetapi juga soft skill. Di UPGRIS ada banyak organisasi mahasiswa, dan hari ini UKM Teater Gema membuktikan kemampuan mereka memanajemen sebuah festival,” ujarnya.

Ia melanjutkan, sejak tahun 2000, Teater Gema konsisten menyediakan ruang bagi pelajar SMA/SMK untuk menunjukkan minat dan bakatnya dalam seni pertunjukan, baik di tingkat kota, provinsi hingga nasional.

“Komitmen kami juga diperkuat dengan sinergi pemerintah, seperti dukungan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang,” imbuhnya.

Dukungan tersebut juga disampaikan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang. Analis Informasi Kebudayaan, Hadi Susanto, menyebut pemerintah siap bekerja sama dengan kampus dalam pengembangan talenta seni.

“Kami mengapresiasi Festival Teater Gema yang sudah berlangsung sejak 2000. Ini bagian dari upaya menginvestasikan talenta-teater agar dapat tampil dan berkembang di Kota Semarang,” ujarnya.

Menurut Hadi, perhatian terhadap pembinaan seni sejalan dengan visi Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti, untuk memperkuat ekosistem seni budaya.

“Kami mendorong kampus untuk menelurkan talenta kesenian sehingga ekosistem kebudayaan semakin kokoh,” terangnya.

Salah satu juri, Tentrem Lestari, melihat kehadiran festival ini sebagai momentum kebangkitan teater pelajar Jateng pasca pandemi.

“Saya melihat gejala positif. Setelah pandemi dan berbagai regulasi yang membuat aktivitas seni sempat jeda, ajang ini menjadi stimulus untuk memunculkan gerakan kreatif di kalangan pelajar,” katanya.

Namun, ia menilai ekosistem teater tetap membutuhkan dukungan berkelanjutan. “Perlu effort dan dukungan semua pihak supaya makin berenergi. Pemerintah punya perhatian, meski tidak bisa disamaratakan. Di Magelang, misalnya, sanggar kami didukung untuk menggelar teater rakyat. Ini hal positif yang perlu diperluas,” tuturnya.

Ia berharap Festival Teater Gema dapat membuka mata banyak pihak tentang pentingnya seni pertunjukan sebagai ruang keseimbangan.

“Seni itu penyeimbang. Teater justru mengakomodasi semua unsur seni rupa, musik, tari, semuanya ada di dalamnya,” ucapnya.

Festival Teater Gema 2025 pun menjadi penanda kebangkitan kreativitas pelajar dan mahasiswa, sekaligus memperkuat kembali ekosistem seni pertunjukan di Jawa Tengah. ***

Exit mobile version