TEMANGGUNG, Lingkar.co – Sejumlah perajin tempe di Kabupaten Temanggung, merasa terpukul dengan kenaikan harga kedelai impor akhir-akhir ini.
“Harga kedelai impor sebagai bahan baku pembuatan tempe dalam beberapa bulan terakhir terus naik dan bisa mengancam kelangsungan usaha kami.” Kata perajin tempe di Kelurahan Banyuurip Junaedi di Temanggung, Senin (11/1).
Ia menuturkan, harga kedelai impor sebelumnya Rp7.000 hingga Rp8.000 per kilogram. Kini telah mencapai Rp10.000 per kilogram.
“Dalam waktu kurang lebih dua bulan terakhir harga kedelai impor terus naik. Semula naiknya masih dalam batas kewajaran yakni menjadi Rp9.000 per kilogram, namun saat ini harga sudah mencapai Rp10.000 per kilogram,” ungkapnya.
Ia menuturkan, kondisi tersebut membuat perajin merasa berat, karena kenaikannya di atas kewajaran. Apalagi kedelai impor selama ini memang lebih bagus sebagai bahan baku tempe.
Junaedi menyampaikan, setiap lima kilogram kedelai paling banyak hanya bisa dijadikan 60 tempe yang terbungkus dengan daun, sedangkan harga jual perbiji hanya Rp300. Padahal untuk menunggu menjadi tempe siap konsumsi butuh waktu dua hari.
“Proses pembuatannya membutuhkan waktu cukup lama, mulai harus cuci bersih, masak, kemudian bungkus dan fermentasi. Waktu fermentasi sendiri paling tidak memakan waktu dua hari,” imbuhnya.
Menurutnya, dengan harga kedelai seperti saat ini keuntungan perajin sangat minim, bahkan bisa terbilang tidak ada keuntungan.
“Selain kedelai, dalam membuat tempe juga membutuhkan daun pisang dan kertas yangs emuanya harus beli, kemudian tenaga kerja juga harus terbayar. Jika kondisinya seperti ini terus perajin bisa bangkrut,” katanya.
Peranjin yang lain Muhammad Jayadi menuturkan meskipun harga bahan baku membuat tempe ini mengalami kenaikan hingga Rp10.000 per kilogram, ia tidak berani menaikan harga jualnya.
“Kalau menaikan harga jual bisa jadi pelanggan komplain dan berpindah ke yang lain,” ujarnya. (ara/aji)
Baca Juga:
BPNT Dinilai Jadi Celah Penyimpangan