*Oleh Mirnawati, S.Pd
Guru Kelas SD 2 Bacin, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus
Pendidikan memegang fungsi yang sangat penting dalam kehidupan. Karena pendidikan memegang kunci dalam menentukan kemajuan bangsa ke arah yang lebih baik. Melalui pendidikan, siswa dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, kepribadian, kecerdasan, dan keterampilan yang diperlukan oleh diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Guna mencapai tujuan tersebut, maka perlu adanya perubahan paradigma pembelajaran.
Guru harus selalu kreatif dan inovatif dalam melakukan pembelajaran, selain itu guru juga harus mampu membuat mata pelajaran yang dianggap siswa membosankan menjadi pelajaran yang menarik dan menyenangkan supaya siswa lebih mudah mengerti dan memahami materi yang disampaikan dan juga siswa antusias mengikuti pembelajaran, sehingga pembelajaran yang dilaksanakan dapat berkualitas dan dapat meningkatkan mutu pendidikan.
Sulistyanto, Heri (2008: 7) pendidikan IPA merupakan kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya produk saja tetapi juga mencakup pengetahuan seperti keterampilan dalam hal melaksanakan penyelidikan ilmiah. Proses ilmiah yang dimaksud misalnya melalui pengamatan, eksperimen, dan analisis yang bersifat rasional. Sedang sikap ilmiah misalnya objektif dan jujur dalam mengumpulkan data yang diperoleh. Dengan menggunakan prosesdan sikap ilmiah itu saintis memperoleh penemuan-penemuan atau produk yang berupa fakta, konsep, prinsip, dan teori. Implementasinya, materi IPA hanya menekankan aspek pengetahuan yang berpusat pada guru dan hanya membentuk budaya menghafal, sehingga pengetahuan dan informasi yang diterima siswa sebatas produk hafalan. Pembelajaran IPA sangat menjenuhkan karena penyajiannya kurang menarik, bersifat monoton dan konvensional, hanya sekedar ceramah.
Bertumpu pada hasil observasi di lapangan yang peneliti lakukan, diperoleh minimnya hasil belajar rata-rata dihadapi oleh sejumlah siswa yang tidak memiliki dorongan belajar, diperoleh minimnya hasil belajar rata-rata dihadapi oleh sejumlah siswa yang tidak memiliki dorongan belajar. Sehingga nilai rata-rata mata pelajaran IPA di SD 2 Bacin Kudus sangat rendah yaitu mencapai 59,83. Hal ini disebabkan karena guru dalam proses pembelajaran hanya menggunakan metode ceramah, tanpa menggunakan media pembelajaran, tidak melibatkan lingkungan sekitar, dan materi pelajaran tidak disampaikan secara efektif. Siswa juga sulit memahami materi sumber daya alam yang hanya dijelaskan secara abstrak.
Oleh karena itu, perlu adanya pembaharuan paradigma pembelajaran. Dalam hal ini penerapan model pembelajaran yang kreatif dan inovatif diharapkan dapat meningkatan hasil pembelajaran IPA siswa melalui model Contextual Teaching and Learning (CTL). Daryanto (2012: 153) CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Karena model pembelajaran ini bisa membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. Selain itu, dalam sintaks model pembelajaran ini lebih ditekankan pembelajaran yang kontekstual sesuai dengan lingkungan siswa. Model pembelajaran CTL dipandang dapat meningkatkan mutu pendidikan, khususnya mutu dalam pembelajaran IPA.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terjadi peningkatan hasil belajar IPA siswa ranah kognitif pada siklus I 75,00% dan pada siklus II meningkat menjadi 91,67%. Hasil belajar IPA ranah afektif siswa siklus I mencapai persentase 70,39% dan siklus II meningkat menjadi 83,63%. Hasil belajar IPA ranah psikomotorik siswa siklus I 72,91% dan siklus II meningkat menjadi 87,50%.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa penerapan model CTL pada materi Sumber Daya Alam dapat meningkatkan mutu pembelajaran siswa kelas IV SD 2 Bacin Kudus materi Sumber Daya Alam tahun ajaran 2019/2020. Hal ini dikarenakan dalam model CTL, materi yang dipelajari siswa dihubungkan dengan kehidupan nyata atau kehidupan sehari-hari siswa, karena mereka mengalami sendiri dan mudah diingat apa yang sedang dipelajari.sehingga akan memperjelas materi yang disajikan oleh guru dan akhirnya dapat meningkatkan mutu pembelajaran IPA pada materi Sumber Daya Alam.(*)
Baca Juga:
Gus Yasin Minta Pembaruan Data Kemiskinan, Galakkan Program Satu Desa Binaan Satu OPD