Lingkar.co – Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) resmi membatalkan Kegiatan Bimbingan Teknis Pembelajaran Mendalam, Koding/KA, dan Penguatan Karakter Region Jawa Tengah 2.
Pembatalan kegiatan bimtek yang menurut rencana dilaksanakan di DWANGSA Solo Hotel by LORIN tersebut tertuang dalam surat dengan nomor 2246/C4/DM.00.02/2025. Surat pembatalan ditandatangani secara digital oleh Maulani Mega Hapsari, S.IP, MA selaku Direktur Sekolah Menengah Pertama pada Minggu 17 Agustus 2025. Surat pembatalan dengan lampiran 3 lembar berisikan daftar kepala sekolah atau guru dari SD, SMP, dan SMK yang seluruhnya Muhammadiyah.
Pembatalan kegiatan tersebut menyusul viralnya surat undangan peserta dan jadi polemik. Surat bernomor 2218/C4/DM.00.02/2025 jadi polemik karena terdapat manual acara yang seluruhnya juga Muhammadiyah. Dari lagu Indonesia Raya yang disusul mars Muhammadiyah, yaitu Sang Surya. Selanjutnya Laporan Kegiatan oleh H. Pahri, S.Ag, MM selaku Direktur Diksuspala dan Penjaminan Mutu Nasional Sekolah/Madrasah Muhammadiyah
Dalam pembukaan juga terdapat Keynote Speech yang mencantumkan nama H. Didik Suhardi, Ph.D selaku Ketua Majelis Dikdasmen dan PNF PP Muhammadiyah, Welcoming Speech oleh Dr. KH. Tafsir, MAg selaku Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, dan Opening Speech Prof. Dr. H. Anwar Abbas, MM, MAg selaku Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Sedangkan pada penutupan kegiatan, terdapat Laporan Akhir Kegiatan oleh Direktur Diksuspala dan Penjaminan Mutu Nasional Sekolah/Madrasah Muhammadiyah, H. Pahri, SAg, MM, yang disambung dengan arahan dan rencana tindak lanjut yang dipandu oleh Ketua Majelis Dikdasmen dan PNF PP Muhammadiyah, H. Didik Suhardi, Ph.D.
Namun demikian, pembatalan kegiatan bimtek tersebut bukan berarti tidak terjadi hal serupa. Pada tanggal 5 Agustus 2026 Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Cabang Dinas Pendidikan Wilayah IV juga mengeluarkan Surat Perintah Tugas dengan Nomor: 400.3.8.1/10/2025. Surat diteken secara digital oleh Budhi Eviani Herliyanto, SP, MP atas nama Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah IV, Kepala Seksi SMK Cabdin Wilayah IV. Adapun dasar pada poin kelima yang melandasi keluarnya surat tersebut yakni Surat Ketua Majelis Pendidikan Dasar Menengah dan Pendidikan Nonformal Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 395/I.4/F/2025, tanggal 04 Agustus 2025.
Surat tersebut berisikan perintah untuk melaksanakan Diklat Pembelajaran Mendalam, Koding AI, dan Penguatan Karakter bagi Guru-Guru di Sekolah Muhammadiyah yang dilaksanakan pada hari Rabu – Minggu, 6 – 10 Agustus 2025 di MG Setos Hotel Semarang
Adapun 10 peserta kegiatan tersebut antara lain; Alifia Rosyida, S.Pd., Gr., M.Pd (SMK Muhammadiyah Randublatung), Romzi Hamid, S.Kom (SMK Muhammadiyah 2 Cepu), Eka Mulyasari S.Ds (SMK Muhammadiyah 2 Blora), Wirastuti (SMK Muhammadiyah 1 Cepu), Oky Rimbawanto, S.Kom (SMK Muhammadiyah 1 Blora), Risma Kurnia Fitri, S.Pd (SMAS Muhammadiyah Cepu), Sulikah,SE, (SMA Muhammadiyah Todanan), Eko Yulianto Prambudi, S.Pd (SMA Muhammadiyah Randublatung), Priyanto, S.E (SMA Muhammadiyah 1 Blora), dan Richard Argadia, S.Kom (SMA AT-TAJDID Cepu).
Privatisasi Kementerian
Sebagaimana diketahui, surat undangan peserta Bimtek di Solo tersebut menjadi viral salah satunya melalui akun Facebook pribadi Fakhruddin Karmani, Ketua PW LP Ma`arif NU Jateng. Saat dikonfirmasi, Fahrudin menyatakan pihaknya meminta agar Kemendikdasmen jangan diprivatisasi untuk kepentingan ormas tertentu.
“Kemendikdasmen harus hadir untuk Semua anak di indonesia. Keadilan harus menjadi spirit membangun pendidikan karena pendidikan adalah bagi semuanya sesuai amanat Undang-undang. Kemendikdasmen jangan diprivatisasi untuk kepentingan ormas tertentu.” katanya tegas dalam keterangan tertulis, Selasa (19/8/2025).
Lebih lanjut Fakhruddin juga meminta Mendikdasmen melihat dan memastikan ulang untuk adil dalam kebijakan penerima BOS Afirmasi pelatihan AI dan Coding atau pelatihan lainnya, serta bantuan sekolah vokasi. “Dikdasmen harus berdiri tegak ditengah-tengah anak bangsa, lihatlah semua, lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan di Indonesia yang tersebar di penjuru negeri ini. Mereka semua punya jasa yang sama untuk mendidik dan membangun sumber daya manusia indonesia” ujarnya.
Diskriminatif Rugikan Anak Bangsa
Sementara, Kepala MA Sabilunnajah, Muslih mengatakan bahwa perlakuan diskriminatif terhadap sekolah non Muhammadiyah merupakan tindakan yang merugikan potensi anak bangsa. Sebab, kata dia, baik MTs maupun MA Sabilunnajah yang berada di Desa Penjalin Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal bersikap akomodatif terhadap perkembangan zaman.
“Sekolah kami memang berkultur pesantren, bagi siswa yang tidak nyantri atau pulang ke rumah masing-masing tetap mengikuti pembelajaran agama di madrasah diniyah. Nah, untuk mendukung kegiatan literasi digital atau pemanfaatan teknologi, kami sudah ada ekstrakurikuler di laboratorium komputer,” katanya.
Maka dari itu, lanjutnya, sekolah yang ia pimpin maupun sekolah lain juga berhak mendapatkan bimbingan teknis dengan materi pendalaman terhadap pembelajaran teknologi yang sama didapatkan oleh sekolah Muhammadiyah dari Kemendikdasmen.
“Kami harap sekolah Islam yang bukan dari Muhammadiyah dan semua sekolah yang bernaung di Kementerian Pendidikan maupun Kementerian Agama bisa mendapatkan hak yang sama. Memiliki kultur pesantren atau menjadi santri bukan berarti tidak bisa jadi polisi, tentara, dokter atau profesi lainnya, termasuk yang berkecimpung di bidang teknologi,” tutupnya.
Harapan tersebut sama dengan yang disampaikan oleh Dr M Kholidul Adib, seorang Pengamat Politik dan Kebijakan Publik sekaligus Direktur Eksekutif The Justice Institute yang konsen pada kajian hukum dan kebijakan publik.
Kata Adib, tidak perlu ada pembatalan atau penundaan kegiatan bimtek. Hanya saja, praktek pelaksanaan secara teknis perlu dibenahi, yakni tidak perlu ada mars Muhammadiyah, dan sambutan-sambutan dari para tokoh Muhammadiyah.
“Narasumber benar benar dari pakar, tidak terikat dengan ormas tertentu. Bebas dari mana saja asal mumpuni, dan semua peserta berasal dari berbagai unsur lembaga pendidikan, tidak hanya dari satu ormas saja. Jadi bisa melibatkan banyak ormas atau lembaga pendidikan lintas ormas dan lintas agama,” pungkasnya. (*)
Penulis: A. Rifqi H