Site icon Lingkar.co

Kasus Baru HIV di Rembang Capai 131 Orang, Mayoritas Laki-Laki

Epidemiolog Kesehatan Muda Dinas Kesehatan Rembang, Martha Gusmanthika. Foto: Istimewa.

Lingkar.co – Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang mencatat, hingga Oktober 2025, terdapat 131 temuan kasus baru Orang dengan HIV (ODHIV). Dari jumlah itu, 81 merupakan kasus HIV dan 50 lainnya sudah masuk stadium AIDS.

Epidemiolog Kesehatan Muda Dinas Kesehatan Rembang, Martha Gusmanthika, menyampaikan bahwa jumlah temuan kasus baru pada 2025 relatif stabil dibanding tahun sebelumnya.

“Pada 2024, tercatat 139 kasus dalam satu tahun penuh,” ujarnya, Selasa (2/12/2025).

Menurut Martha, stabilnya angka tersebut menunjukkan bahwa sistem surveilans dan skrining di fasilitas kesehatan berjalan semakin optimal.

“Temuan kasus baru di tahun ini dikarenakan surveilen di puskesmas dan rumah sakit sudah jalan, jadi semua yang berisiko kita screening untuk temuan lebih dini. 60 persen temuan itu laki-laki,” jelasnya.

Berdasarkan keterangannya, sejumlah kecamatan menjadi penyumbang temuan tertinggi, yakni Rembang, Kaliori, Sarang, Pamotan, dan Kragan. Dari sisi usia, kasus baru didominasi kelompok 50 tahun ke atas, disusul rentang usia 35–39 tahun.

Secara kumulatif, sejak kasus pertama pada 2004 hingga Oktober 2025, total ODHIV di Rembang mencapai 1.514 orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 500 masih menjalani pengobatan aktif.

“Sedangkan yang meninggal sekitar 400-an orang. Sisanya ada yang menjalani pengobatan di luar daerah dan ada pula yang sudah tidak bisa kita hubungi,” imbuh Martha.

Ia menegaskan bahwa seluruh layanan penanganan HIV/AIDS di Rembang tetap berjalan optimal, mulai dari pemeriksaan viral load, ketersediaan obat antiretroviral (ARV), hingga konseling. Pemeriksaan viral load tersedia di dua fasilitas kesehatan: RSUD dr. R. Soetrasno Rembang dan Puskesmas Kragan 2.

Menurutnya, pemeriksaan viral load dan kepatuhan minum ARV menjadi kunci utama menekan penularan. Pemeriksaan dilakukan pada enam bulan setelah terapi dimulai, kemudian pada bulan ke-12, dan setahun sekali bagi pasien yang sudah lama menjalani terapi.

“Kalau pasien patuh minum ARV dengan adhesi di atas 90 persen, virusnya biasanya tersupresi. Jika viral load di bawah 40 kopi per mililiter, mesin tidak akan mendeteksi. Itu artinya tidak menularkan,” terangnya.

Martha menambahkan, keberlanjutan pengobatan sangat krusial karena tanpa ARV yang teratur risiko infeksi oportunistik dapat meningkat drastis. “Untuk obat ARV, Alhamdulillah tersedia semua di Rembang,” ujarnya.

Selain layanan medis, Dinkes Rembang juga memperkuat pendampingan melalui konseling bagi ODHIV maupun kelompok berisiko. Setiap puskesmas dan rumah sakit telah memiliki konselor dari unsur dokter, bidan, dan perawat. Edukasi juga diberikan melalui sekolah, kegiatan posyandu, dan penyuluhan masyarakat.

“Untuk konseling ini kita memiliki konselor di setiap puskesmas termasuk di rumah sakit. Selain itu kami juga konseling di sekolah, dan di masyarakat melalui kegiatan posyandu,” kata Martha. (*)

Exit mobile version