Lingkar.co – Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan aturan batas minimal usia calon gubernur dan wakil gubernur menjadi 30 tahun. Hal ini terus menjadi perbincangan publik.
Menurut Bakal Calon Wakil Wali Kota Semarang, Ady Setiawan perlu dibuka bagaimana persepsi suasana kebatinan pengambil keputusan (memory van terlejkting) mengenai konteks regulasi itu harus direalisasikan.
“Jadi sebetulnya dalam melakukan legal drafting itu kan pasti ada naskah akademiknya yang mana domainnya ada di eksekutif dan legislatif,” kata Mas Wawa, sapaan akrabnya menjawab pertanyaan awak media, sbu (1/6/2024).
“Dan ketika sudah diadakan pembahasan peraturan atau undang-undang itu pasti memiliki catatan mengenai persepsi suasana kebatinan (memory van terlejkting) mengenai konteks regulasi itu harus direalisasikan,” lanjutnya menerangkan.
Memory Van Terlejkting tersebut menjadi hal paling penting bagi pengambil putusan, dalam hal ini hakim MA yang memutuskan putusan tersebut.
Menurut Mas Wawan, suasana kebatinan adalah persepsi subjektyif pengambil keuptusan dalam mempertimbangkan putusannya.
Oleh sebab itu, MA perlu menjelaskan pandangan subjektif tersebut agar jelas alas an mendasar putusan itu bisa diputuskan.
“Dalam hal ini, suasana kebatinan atau konteks semacam apa yang membuat usia minimal calon presiden dan wakil presiden harus minimal 40 tahun, atau kenapa usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur harus 30 tahun, dan seterusnya calon bupati dan wali kota harus minimal 30 tahun. Suasana kebatinan seperti apa yang harus seperti itu,” bebernya.
Jadi menurut Mas Wawan, sebelum Mahkamah Agung (MA) memutus tafsir UU tersebut harus dibuka dulu suasana kebatinan atau konteks peraturan tersebut.
“Pertimbangan naskah akademisnya apa, dan lain sebagainya,” jelasnya.
Nah ironinysa, lanjut Mas Wawan, sebelumnya sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah tafsir usia minimal calon wakil presiden, dari sebelumnya 40 tahun menjadi boleh mencalonkan diri asal sudah pernah menjadi kepala daerah.
“Nah sekarang diuji lagi di MA dan kemudian diputuskan calon gubernur dan wakil gubernur minimal usianya 30 tahun saat dilantik. Atau dengan kata lain, usianya boleh di bawah 30 tahun saat mencalonkan diri,” ungkapnya.
Bagi Mas Wawan mungkin putusan tersebut adalah sudut pandang atau persepsi subjektif dari hakim MA. Karena a pembuat undang-undang (eksekutif dan legislative) bisa jadi mempersepsikan berbeda dengan MA soal kematangan seorang calon pemimpin itu berada di usia berapa.
“Ini perbedaan sudut persepsi aja,” tegasnya.
“Tapi karena Negara kita adalah Negara hukum. Ya kita menerima putusan MA tersebut karena sudah menjadi putsan final,” tutupnya.
Sebelumnya MA memutuskan bahwa Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota bertentangan dengan UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Putusan MA tersebut telah diterbitkan dalam Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 yang diputuskan oleh Majelis Hakim pada Rabu, 29 Mei 2024. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Yulius, serta dua anggotanya, Cerah Bangun dan Yodi Martono Wahyunadi. (*)
Penulis: Ani Friska
Editor: Ahmad Rifqi Hidayat