Lingkar.co – Permodalan bagi pengusaha kecil menjadi keterbatasan untuk berkembangnya suatu usaha, seperti kisah Ibu Supartini yang membuat produk rajut yang dipinjamkan sejak tahun 2020.
Hingga awal 2021, titik balik dimulai, ketika ibu Supartini dikenalkan program pembiayaan Mekaar dari PT Permodalan Nasional Madani (PNM) oleh penjual gas langganannya.
Dengan pinjaman modal awal dari PNM Mekaar, Ibu Supartini dapat membeli benang sendiri dan mulai memproduksi tas, dompet serta boneka rajut yang dipasarkan secara mandiri.
Bahkan, ketika permintaan meningkat, ia tidak bekerja sendiri. Ibu Supartini justru menggandeng perempuan – perempuan difabel lainnya dalam komunitas HWDI (Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia) Bantul untuk ikut memproduksi.
Ia melatih mereka merajut, menciptakan ekosistem kerja produktif dan kolaboratif yang mengangkat martabat banyak perempuan dengan keterbatasan fisik.
Kini, produknya menembus pasar internasional, termasuk pesanan 100 tas dari The Sack. Meski belum bermitra dengan pusat oleh-oleh, ia aktif mengikuti pameran untuk memasarkan produknya.
“Kisah Ibu Supartini mengingatkan kita bahwa keterbatasan fisik bukanlah batas untuk berkarya. Di PNM, kami percaya bahwa setiap perempuan Indonesia termasuk yang menyandang disabilitas memiliki potensi luar biasa untuk bangkit dan berkembang. Karena itu, kami memberikan layanan yang setara tanpa membeda-bedakan. Semua nasabah berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk tumbuh, peduli, dan menginspirasi lingkungan sekitarnya. Inilah semangat kami di PNM Mekaar untuk terus memberdayakan, bukan sekadar hanya memberikan pinjaman usaha.” ujar Direktur Utama PNM, Arief Mulyadi.
Di balik kesibukannya sebagai pelaku UMKM, Ibu Supartini juga menjalani peran sebagai ibu dan nenek. Ia tinggal bersama anak bungsu dan cucunya, serta menjadi mitra ojek online dalam program Difabike untuk mendukung UMKM lokal.
Lebih dari sekadar usaha, apa yang dilakukan Ibu Supartini merupakan bentuk nyata pemberdayaan masyarakat. Ia menghidupkan harapan bagi banyak ibu rumah tangga dan perempuan difabel untuk tetap produktif dan berdaya. Tidak jarang ia juga diundang menjadi pelatih merajut di berbagai sekolah dan instansi pemerintahan.
PNM melalui program Mekaar telah berperan penting dalam mendukung perjalanan Ibu Supartini. Modal yang diberikan bukan hanya pinjaman, melainkan bahan bakar semangat untuk memberdayakan kembali mimpi-mimpi yang sempat runtuh.
Kisah Ibu Supartini mengajarkan kita bahwa keterbatasan bukanlah akhir dari segalanya. Dengan ketekunan, keberanian, dan dukungan yang tepat, siapa pun bisa bangkit dan menjadi inspirasi bagi sekitarnya. ***