Site icon Lingkar.co

Mengenal Beragam Jenis Varian Covid-19 dan Cara Menghadapinya

ILUSTRASI – Varian Covid-19. FOTO: Shutterstock/Lingkar.co

ILUSTRASI – Varian Covid-19. FOTO: Shutterstock/Lingkar.co

JAKARTA – Pandemi tidak akan pernah berakhir. Covid-19 selalu berkembang, melakukan modifikasi dan mutasi.

Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) telah membagi 2 kategori utama jenis varian Covid-19.

Kedua jenis itu, yakni variant of concern (VOC) atau varian yang menjadi perhatian, dan variant of interest (VOI) atau varian yang di amati.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito, menyebut bahwa varian yang perlu waspadai ialah VOC.

Karena kata Prof Wiku, sudah terbukti mengalami perubahan karakteristik yang lebih merugikan bagi yang terpapar.

“Seperti lebih menular, meningkatkan keparahan gejala, menurunkan efektifitas kekebalan tubuh, menurunkan alat diagnostik atau menurunkan efektifitas obat dan terapi,” ujarnya, dalam Keterangan Pers virtual, melalui kanal YouTube Setpres, Jumat (10/9/2021).

Mengenai VOC, ada 4 varian yang harus perhatikan. Antara lain, varian A (alpha) atau B.1.1.7 bersifat lebih menular, dan lebih berpeluang menyebabkan keparahan gejala.

Varian Beta (B.1.351) dan gamma (P.1) bersifat lebih menular dan meningkatkan risiko kebutuhan perawatan di rumah sakit.

Lalu, varian Delta (B.1.617.2) bersifat lebih menular bahkan bagi orang yang telah tervaksin serta meningkatkan risiko kebutuhan perawatan di RS.

Selain itu, WHO melaporkan ada 5 VOI yang sedang diamati. Yaitu, varian Eta (B.1.525), Iota (B.1.526), Kappa (B.1.517.1), Lambda (C.37) dan Mu (B.1621).

Varian ini diprediksi dapat mempengaruhi karakteristik virus terlihat dari perubahan genetiknya maupun perubahan transmisi di komunitas termasuk memunculkan klaster kasus pada beberapa negara.

Baca juga:
Perangkat Desa Geritan Tegaskan Warga untuk Urus Administrasi

MENGHADAPI VARIAN COVID-19

Prof Wiku, mengatakan, dalam menghadapi VOC, respon yang tepat ialah memperketat kebijakan mobilitas dengan skrining berlapis.

“Selain itu perlu dilakukan peningkatan kewaspadaan terhadap potensi tertular dengan meningkatkan disiplin prokes dimanapun dan kapanpun kita berada,” jelasnya.

Terkait VOI, kata Prof. Wiku, respon menghadapinya ialah terus memantau perkembangan dari WHO.

Dia menjelaskan, terdapat dua kemungkinan yang dapat terjadi seiring studi lanjutan, yaitu perubahan status VOI menjadi VOC, seperti pada varian delta atau statusnya menjadi tidak aktif di suatu wilayah.

“Untuk itu jangan terlalu panik dan tetap waspada dengan terus meningkatkan Kedisiplinan menjalankan protokol kesehatan,” kata Prof Wiku.

WHO juga memantau varian-varian yang memiliki perubahan pada materi genetiknya. Namun, pengaruhnya pada angka kasus di masyarakat belum jelas sehingga perlu penelitian lebih lanjut.

“Kategori tambahan ini disebut alert for further monitoring salah satunya dari Indonesia yaitu B1.4662 yang ditetapkan pada kategori tersebut pada April 2021,” ucapnya.

Kendati demikian, pengaruh dari varian Covid-19 seperti VOC yang berdampak terhadap efektifitas vaksin perlu ditanggapi dengan cermat.

Yaitu, kata Prof Wiku, meningkatkan kewaspadaan tanpa ketakutan berlebih dan terus melakukan pembelajaran dan perbaikan tiada henti.

Kemudian, pembelajaran dari hasil monitoring dan evaluasi di lapangan, seharusnya menjadi atmosfir keilmuan dan perkembangan teknologi semakin pesat di kalangan penelitian dan pakar di Indonesia.

“Mendorong kita semakin mempercepat memenuhi kebutuhan vaksinasi bahkan melampaui standar minimal cakupan vaksinasi di komunitas,” kata Prof Wiku.

“Karena efektivitas vaksin masih berada dk ambang minimal yaitu lebih dari 50 persen dan terus berupaya menekan penularan di segala lini,” lanjutnya.

KOMITMEN PEMERINTAH

Kedepannya kata Prof Wiku, seiring dengan hidup berdampingan Covid-19, Pemerintah berkomitmen meningkatkan surveilans atau pencatatan kasus Covid-19

Kemudian, meningkatkan kapasitas sequencing, menyampaikan informasi sebaran varian di Indonesia secara transparan, serta antisipatif mendeteksi kasus yang tidak biasa di lapangan.

“Dan menjadi catatan bahwa edukasi terkait data sequencing kepada publik dan Pemda adalah tanggung jawab pemerintah pusat,” kata Prof. Wiku.

Karenanya kata dia, komunikasi edukasi ini harus tersampaikan dengan jelas.

Dan harapannya, agar pemerintah dapat segera mengakses, dan menavigasi data tersebut. Sehingga dapat melakukan antisipasi maksimal apabila ditemukan varian baru.

“Kerjasama yang baik antara pusat dan daerah adalah salah satu kunci penanganan Covid-19 di Indonesia,” pesan Prof. Wiku.*

Penuli : M. Rain Daling

Editor : M. Rain Daling

Exit mobile version