Lingkar.co – Kampung Tematik Agro Eduwisata Organik (AEWO) Mulyaharja menyimpan daya tarik tersendiri, baik di sektor pariwisata, pertanian, ekonomi kreatif, maupun kebudayaan. Bahkan, kampung itu disebut sebagai “surga tersisa” di Kota Bogor, Jawa Barat.
Pada sektor pertanian, dari total luas 23 hektar, AEWO Mulyaharja memiliki tiga hektar lahan pertanian organik. Luas lahan pertanian akan bertambah dua hektar seiring pengembangan dan perluasan lahan. Pada Kamis (17/4/2205), panen raya dilaksanakan di lokasi tersebut.
Utusan Presiden Bidang Pariwisata Zita Anjani mengatakan, bahwa panen raya ini bukan hanya tentang memamerkan padi, tetapi juga memamerkan ide-ide kreatif.
“Konsep agro eduwisata organik ini luar biasa, kombinasi antara pertanian, pariwisata, ekonomi kreatif, serta kolaborasi antara pusat, daerah, warga sekitar, dan para petani,” ujarnya.
Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim menyampaikan rasa syukurnya bahwa Kota Bogor masih memiliki lahan pertanian yang produktif dalam mendukung program pemerintah terkait ketahanan dan kemandirian pangan.
Panen raya dari lahan seluas tiga hektare akan menghasilkan 6,3 ton gabah. Setelah digiling, diperkirakan menghasilkan sekitar 3,5 ton beras.
Baca Juga: Gubernur Jawa Barat Tinjau Longsor di Batutulis, Siapkan Anggaran Penanganan
Selain mendukung program presiden dalam ketahanan dan kemandirian pangan, menurut Dedie, (AEWO) Mulyaharja juga menyimpan potensi dalam sektor pariwisata. Sawah dengan lokasi yang indah dikombinasikan dengan kafe, biomassa, penginapan, dan beberapa kedai dapat menarik wisatawan. Siapapun bisa datang ke AEWO Mulyaharja, termasuk kreator konten.
Wamenpar Ni Luh Puspa mengatakan, Mulyaharja merupakan salah satu kelurahan yang memiliki kontribusi besar terhadap sektor pariwisata. Kehadiran desa wisata adalah salah satu bukti nyata bahwa ekonomi bisa tumbuh dari desa.
Wamendagri Bima Arya yang juga merupakan Wali Kota Bogor periode 2014–2024 menyampaikan terima kasih kepada Dedie Rachim yang terus mengembangkan “surga tersisa” di Kelurahan Mulyaharja.
Ia menyebut ini sebagai contoh potensi lokal yang bersinergi dengan program nasional.
“Bukan hanya ada ketahanan pangan, tetapi juga pariwisata, ekonomi kreatif, dan budaya. Ini menggambarkan sinergi dan kolaborasi, tidak hanya antar unsur pemerintah, seperti dinas, camat, dan lurah, tetapi juga dengan berbagai unsur lainnya,” tutupnya.
Panen raya ini diawali dengan penampilan tarian Seeng Nyengsreng dari Sanggar Andika, sebuah seni tradisi yang sudah ada sejak zaman Kasepuhan Sunda.
Baca Juga: Pemkot Bandung Luncurkan Program Bandung Nyaah Ka Indung
Seeng atau dandang merupakan simbol kesejahteraan dan kemakmuran, sedangkan nyengsreng adalah bunyi air panas yang mendidih saat menanak nasi di atas seeng atau dandang tersebut.
Karya tari Seeng Nyengsreng merupakan representasi dari kesejahteraan, kemakmuran, dan kesuksesan dalam perekonomian.
Tarian ini juga menjadi wujud penghargaan kepada Wali Kota Bogor, sosok pemimpin yang bijaksana dan konservasi tinggi dalam membangun kota. Selain itu, juga dilaksanakan ritual khusus panen raya Mipit Amit Ngala Menta.