Lingkar.co – Yayasan Al Chalimi mendesak Polres Kudus dan Kejaksaan Negeri Kudus segera menindaklanjuti kasus dugaan adanya pencurian, eksploitasi santri hingga penyelewengan dana di pondok pesantren (Ponpes) tersebut.
Pasalnya, pihak yayasan sudah mulai melapor terkait kasus itu ke Polres Kudus sejak 7 Desember 2022 lalu. Akan tetapi, hingga saat ini, penanganan terhadap kasus tersebut dinilai masih lambat.
“Terkait perkara pencurian dan ekploitasi anak kan saat ini sudah naik ke tahap penyidikan. Jadi kami harap Polres Kudus untuk segera melakukan penyitaan barang-barang yang diduga dari tindak pidana pencurian dan menetapkan tersangka serta melakukan penahanan,” kata Solikhin selaku Kuasa Hukum Yayasan Al Chalimi saat memberikan keterangan kepada awak media, Rabu (16/10/2024).
Kemudian, lanjutnya, terkait kasus eksploitasi anak, pihaknya meminta untuk segera dilakukan gelar perkara dan menetapkan tersangka terhadap pihak yang dilaporkan.
Ia menjelaskan, pihak yayasan telah melaporkan AH yang merupakan mantan pengurus Ponpes Yayasan Al Chalimi terkait dugaan adanya pencurian, ekspoitasi santri hingga penyelewengan dana ke Polres dan Kejaksaan Negeri Kudus.
“AH dulunya merupakan pengurus Ponpes di Yayasan Al Chalimi. Kemudian mengundurkan diri pada tanggal 12 November 2022. Akan tetapi sehari setelahnya, yaitu tanggal 13 November, AH membawa barang-barang dari pondok Al Chalimi mulai dari tv, kulkas, mesin cuci dan lain-lain ke tempat miliknya,” jelasnya.
Barang-barang itu, lanjutnya, diduga dibawa ke Ponpes yang baru didirikan oleh AH pada tanggal 7 November 2022. Lokasi ponpes barunya itu pun tak jauh dari Yayasan Al Chalimi yaitu sekitar 100 meter ke timur.
“Sedangkan untuk kasus eksploitasi itu kami laporkan karena mengajak anak-anak (santri Al Chalimi) melakukan pemindahan atau pencurian barang-barang itu, menelantarkan anak dengan tidak memberi makan, tidak ada kegiatan mengaji, tidak ada kegiatan sekolah hingan anak diajak demonstrasi dan ditempatkan ke tempat yang salah,” paparnya.
Sementara, terkait dugaan penyelewengan dana yaitu lantaran ada tiga bantuan yang mengatasnamakan Yayasan Al Chalimi. Namun, bantuan itu tidak pernah digunakan sama sekali untuk pondok pesantren.
Diantaranya yaitu bantuan sanitasi dari Kementerian PUPR untuk pembangunan dan pengelolaan sebesar Rp 200 juta dan Rp 60 juta. Lalu DAK (Dana Alokasi Khusus) fisik bidang pendidikan untuk pembangunan ruang kelas dan guru sekira Rp 200 juta. Serta, bantuan pembangunan UKS sekira Rp 104 juta
“Jadi total hampir Rp 600 juta. Tapi semua bangunan itu tidak ada di pondok Al Chalimi. Padahal administrasi untuk pengajuan bantuan itu atas nama yayasan Al Chalimi, dengan sertifikat dan titik koordinat yang sama. Tapi tidak serupiah pun yang dimanfaatkan untuk yayasan malah bangunan itu dibangun di lahan pribadi dan digunakan untuk keperluan pondok milik AH,” terangnya. (*)