Lingkar.co – Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak & Keluarga Berencana (Dinsos P3AKB) Kabupaten Pati mencatat sebanyak 5.525 penyandang disabilitas di wilayah Kabupaten Pati. Data tersebut bersumber dari aplikasi Alat Bantuan Penyandang Disabilitas Pati (Abang Dipa).
Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial dan Penanganan Bencana Alam Dinsos P3AKB Pati, Joko Santoso, mengatakan ribuan penyandang disabilitas tersebut tersebar di 21 kecamatan.
“Disabilitas di Kabupaten Pati lebih dari 5.000, kita data banyak juga untuk keperluan pengadaan bantuan bagi mereka. Tupoksi kami ada rehabilitasi bagi disabilitas mulai dari sensorik, mental, fisik dan lain sebagainya,” ujarnya.
Ia menyebutkan kecamatan dengan jumlah penyandang disabilitas tertinggi adalah Wedarijaksa (470 jiwa), Winong (465 jiwa), dan Trangkil (416 jiwa). Disusul Kecamatan Margorejo (400 jiwa) serta Tayu (391 jiwa).
Sementara itu, jumlah terendah berada di Kecamatan Gunungwungkal (93 jiwa), Jaken dan Kayen (masing-masing 100 jiwa), Jakenan (103 jiwa), dan Margoyoso (151 jiwa).
Menurutnya, penyandang disabilitas mental mendominasi jumlah tersebut.
“Paling banyak mental seperti ODGJ itu banyak,” ujarnya.
Hingga kini, pihaknya telah memberikan berbagai bantuan sosial seperti kursi roda, alat bantu pendengaran, hingga uang santunan. Penyaluran dilakukan sesuai mekanisme yang telah ditetapkan.
“Di Bidang Rehabilitasi Sosial dan Penanganan Bencana Alam, kami tidak hanya mengayomi orang sakit, baik secara fisik maupun mental, tapi juga orang sehat yang terlantar, disabilitas, maupun orang tidak mampu, kami layani semua tercover di bidang kami,” jelasnya.
Sementara itu, katanya, untuk pengajuan bantuan fisik, masyarakat harus mengisi formulir daring, mengirim proposal permohonan bantuan, melampirkan fotokopi KTP atau dokumen identitas lainnya, KK, surat keterangan tidak mampu, surat keterangan disabilitas dari fasilitas kesehatan, serta foto penerima manfaat.
“Berkas tersebut kemudian dipastikan melalui Tim Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) masing-masing wilayah. Setelah itu, bantuan bisa didistribusikan ke penerima manfaat,” terangnya.
Penanganan berbeda diterapkan bagi penyandang disabilitas mental. “Laporan dari masyarakat, pihak desa, Satpol PP ke Dinsos P3AKB. Lalu, tim Bidang Rehabsos berkoordinasi dengan TKSK, pihak desa, dan masyarakat untuk kemudian asesmen,” katanya.
Jika hasil asesmen menunjukkan kondisi fisik dan mental yang berat, maka pasien dirujuk. “Hasil dari asesmen jika keadaan sakit jasmani dan rohani berkoordinasi dengan Puskesmas, dirujuk ke RSUD Soewondo. Sambil menunggu antrean ke panti rehabilitasi sosial, penyandang disabilitas mental ditempatkan di rumah singgah,” pungkasnya. (*)
