Lingkar.co – Perlakuan diskriminatif Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dalam pelaksanaan Kegiatan Bimbingan Teknis Pembelajaran Mendalam, Koding/KA, dan Penguatan Karakter Region Jawa Tengah 2 dan provinsi lain menjadi viral setelah surat undangan peserta beredar di berbagai platform media sosial.
Perlakuan diskriminatif itu mendapat tanggapan serius dari seorang advokat di Lembaga Bantuan Hukum Pekalongan, A.Saiful Aziz. Menurutnya, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed sebagai Mendikdasmen seharusnya bisa menjadi teladan dengan merangkul dan mengayomi seluruh masyarakat pendidikan di Indonesia. “Seorang menteri pendidikan seharusnya mendidik, merangkul, mengayomi, dan menginspirasi seluruh lapisan lembaga pendidikan di Indonesia,” kata Aziz dalam keterangan tertulisnya pada redaksi, Senin (18/8/2025).
Kata dia, jika praktik diskriminasi dalam pelaksanaan Bimtek tersebut benar dilakukan oleh seorang menteri pendidikan, maka hal tersebut merupakan kesalahan fatal dan preseden yang kurang mendidik. “Menteri pendidikan semestinya menjadi teladan dalam menegakkan prinsip keadilan, persamaan hak, serta penghormatan terhadap keberagaman lembaga pendidikan, bukan justru menimbulkan kesan adanya keberpihakan pada ormas tertentu,” tukasnya.
“Pendidikan adalah instrumen peradaban, dan salah satu misi utamanya adalah mengikis sekat-sekat diskriminasi. Undang-Undang Dasar 1945 maupun Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan layanan pendidikan tanpa perlakuan diskriminatif,” paparnya.
Ia melanjutkan, ketika kebijakan publik justru menimbulkan kesan eksklusif, maka bukan hanya aspek administratif yang dipersoalkan, melainkan juga rusaknya kepercayaan publik terhadap pemerintah.
“Masalah utamanya bukan sekadar apakah surat undangan atau kegiatan Bimtek itu akan dibatalkan atau dilanjutkan, melainkan dampak kegaduhan yang muncul di ruang publik. Dunia pendidikan yang seharusnya menjadi ruang dialog, kolaborasi, dan kebersamaan malah bisa terbelah akibat praktik yang dianggap diskriminatif. Hal ini fatal bagi upaya menjaga harmoni pendidikan nasional, karena rasa keadilan adalah fondasi bagi kohesi sosial,” tandasnya.
Sebagaimana diketahui, Direktorat Sekolah Menengah Pertama Kemendikdasmen telah surat undangan peserta untuk Kegiatan Bimbingan Teknis Pembelajaran Mendalam, Koding/KA, dan Penguatan Karakter Region Jawa Tengah 2. Surat undangan yang keluar pada tanggal 15 Agustus 2025 tersebut dengan Nomor 2218/C4/DM.00.02/2025.
Dalam surat yang ditujukan kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten/Kota pada region Jateng 2 diteken oleh Direktur Sekolah Menengah Pertama Kemendikdasmen Maulani Mega Hapsari, S.IP, M.A. Adapun 200 guru yang mendapat undangan tersebut berasal dari sekolah yang seluruhnya berada dibawah naungan Muhammadiyah.
Tidak hanya itu, pada tanggal 5 Agustus 2026 Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Cabang Dinas Pendidikan Wilayah IV juga mengeluarkan Surat Perintah Tugas dengan Nomor: 400.3.8.1/10/2025. Surat tersebut berisikan perintah untuk melaksanakan Diklat Pembelajaran Mendalam, Koding AI, dan Penguatan Karakter bagi Guru-Guru di Sekolah Muhammadiyah yang dilaksanakan pada hari Rabu – Minggu, 6 – 10 Agustus 2025 di MG Setos Hotel Semarang.
Surat tersebut diteken oleh Budhi Eviani Herliyanto, SP., MP atas nama Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah IV, Kepala Seksi SMK Cabdin Wilayah IV. Adapun dasar pada poin kelima yang melandasi keluarnya surat tersebut yakni Surat Ketua Majelis Pendidikan Dasar Menengah dan Pendidikan Nonformal Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 395/I.4/F/2025, tanggal 04 Agustus 2025.
Sedangkan 10 peserta kegiatan tersebut antara lain; Alifia Rosyida, S.Pd., Gr., M.Pd (SMK Muhammadiyah Randublatung), Romzi Hamid, S.Kom (SMK Muhammadiyah 2 Cepu), Eka Mulyasari S.Ds (SMK Muhammadiyah 2 Blora), Wirastuti (SMK Muhammadiyah 1 Cepu), Oky Rimbawanto, S.Kom (SMK Muhammadiyah 1 Blora), Risma Kurnia Fitri, S.Pd (SMAS Muhammadiyah Cepu), Sulikah,SE, (SMA Muhammadiyah Todanan), Eko Yulianto Prambudi, S.Pd (SMA Muhammadiyah Randublatung), Priyanto, S.E (SMA Muhammadiyah 1 Blora), dan Richard Argadia, S.Kom (SMA AT-TAJDID Cepu).
Usai viral, pada Minggu, 17 Agustus 2025 Direktorat Sekolah Menengah Pertama Kemendikdasmen kembali mengeluarkan Surat Nomor 2246/C4/DM.00.02/2025 dengan lampiran tiga lembar tentang Pembatalan Surat Undangan Peserta Kegiatan Bimbingan Teknis Pembelajaran Mendalam, Koding/KA, dan Penguatan Karakter Region Jawa Tengah 2. Pembatalan ini merupakan bentuk koreksi atas kebijakan sebelumnya.
Namun, menurut Aziz, perlu ditegaskan bahwa pembatalan semata tidak otomatis meredam kegaduhan, terlebih jika tidak diikuti evaluasi mendalam serta perbaikan mekanisme ke depan. “Kebijakan yang diskriminatif, meskipun hanya dalam bentuk seleksi peserta bimtek, harus dihindari karena berpotensi memicu fragmentasi sosial dan menurunkan kualitas kepercayaan publik terhadap pemerintah. Yang lebih dibutuhkan adalah kebijakan yang inklusif, transparan, dan berkeadilan sehingga dunia pendidikan benar-benar menjadi rumah bersama bagi semua anak bangsa,” tuturnya.
Pelanggaran Hukum
Aziz menilai, jika betul dalam kasus Bimtek Kemendikdasmen yang hanya mengundang sekolah Muhammadiyah, maka potensi dugaan pelanggaran hukumnya adalah;
- Pelanggaran Administratif (UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan) Pasal 17 ayat (2) dan (3) → pejabat dilarang menyalahgunakan wewenang. Menyeleksi peserta Bimtek hanya dari satu ormas = menggunakan wewenang tidak sesuai tujuan (diskriminatif).
- Kebijakan Bimtek hanya untuk sekolah Muhammadiyah bertentangan dengan asas non-diskriminasi (UUD 1945 & UU Sisdiknas), berpotensi penyalahgunaan wewenang administratif (Pasal 17 UU 30/2014), dan jika ada kerugian keuangan negara, bisa naik menjadi Tipikor (Pasal 3 UU 31/1999 jo. UU 20/2001).
Senada, Direktur Eksekutif dan pengamat kebijakan publik di The Justice Institute, Dr. M. Kholidul Adib menyatakan sependapat dengan advokat di Lembaga Bantuan Hukum Pekalongan, A.Saiful Aziz dan Ketua Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Pendidikan Ma’arif (LP Maarif) Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Tengah, Fakhruddin Karmani.
Menurut Adib, Kemendikdasmen bukan hanya milik ormas tertentu, dan ia menginginkan adanya keadilan gak memperoleh Bintek yang sama bagi semua pihak.
“Semua lembaga pendidikan menginginkan ada keadilan, Kemendikbud adalah lembaga negara yang wajib memajukan semua lembaga pendidikan di Indonesia bukan hanya milik ormas tertentu,” ujarnya.
Jadi, lanjutnya, peserta bimtek tidak hanya Muhammadiyah, lembaga pendidikan milik NU, Ahmadiyah Persis dan lainnya juga harus diundang sebagai peserta bimtek.
Maka dari itu, dia menilai tidak perlu ada surat pembatalan karena merugikan peserta dan hotel serta pihak lain terkait akomodasi yang sudah terlanjur dipesan. Hanya saja, praktek pelaksanaan kegiatan kegiatan yang harus diperbaiki.
“Desain acaranya yang diubah termasuk susunan acaranya tidak ada menyanyikan lagu mars ormas tertentu. Kedua, Narasumber benar benar dari pakar, tidak terikat dengan ormas tertentu, bebas dari mana saja asal mumpuni. Ketiga, peserta melibatkan berbagai unsur lembaga pendidikan, tidak hanya dari satu ormas saja. Jadi bisa melibatkan banyak ormas atau lembaga pendidikan lintas ormas dan lintas agama,” tutupnya. (*)
Penulis: Ahmad Rifqi Hidayat