Lingkar.co – Retribusi pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Simpang Lima Semarang mengalami penurunan drastis sepanjang 2025. Jika pada tahun-tahun sebelumnya setoran retribusi bisa mencapai Rp15–18 juta per bulan, tahun ini nilainya merosot hanya sekitar Rp5 juta per bulan. Kondisi ini menjadi sorotan sekaligus alasan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang melakukan penataan ulang.
Plt Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Semarang, Aniceto Magno Da Silva, menegaskan lemahnya pelaporan dari pengurus paguyuban lama membuat potensi retribusi tidak terukur.
“Data jumlah PKL maupun becak listrik tidak pernah dilaporkan secara jelas. Mulai Oktober, kami lakukan pendataan ulang agar potensi PAD bisa dihitung dengan akurat,” ujarnya, Selasa (23/9/2025).
Ia menambahkan, penataan tidak hanya menyangkut pedagang, tetapi juga parkir, taman, hingga pedestrian sehingga melibatkan Dinas Perhubungan, DPU, dan Disperkim. Tujuannya, mencegah praktik jual beli lapak sekaligus memastikan aset Pemkot bisa dimaksimalkan.
Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang, Joko Widodo, menilai capaian retribusi yang baru 34 persen hingga pertengahan September menjadi bukti lemahnya pengelolaan.
“Seharusnya pada bulan ke-9 sudah di atas 70 persen. Artinya ada persoalan serius di lapangan,” jelasnya.
Menurut Joko, penyegaran kepengurusan paguyuban memang perlu dilakukan agar pendataan lebih tertib. Ia berharap dengan pengurus baru, retribusi bisa meningkat dan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) tercapai.
“Kalau pengelolaan tertib dan profesional, pedagang dan pengunjung sama-sama diuntungkan,” tegasnya.
Dengan langkah ini, Pemkot Semarang optimistis Simpang Lima tetap menjadi ikon kota yang tertata rapi sekaligus memberikan kontribusi nyata bagi PAD. ***