Site icon Lingkar.co

Sekolah 5 Hari, Orang Tua Sibuk, Aktivitas Anak Tak Terkontrol

Direktur eksekutif The Justice Institute, M. Kholidul Adib, MSI disela menjadi Panelis Uji Publik Monitoring dan Evaluasi (Monev) Keterbukaan Informasi Publik, Badan Publik Jawa Tengah yang digelar Komisi Informasi Publik (KIP) Jateng di gedung BPSDM Jateng, Semarang, Selasa (25/11/2025). Foto: istimewa

Direktur eksekutif The Justice Institute, M. Kholidul Adib, MSI disela menjadi Panelis Uji Publik Monitoring dan Evaluasi (Monev) Keterbukaan Informasi Publik, Badan Publik Jawa Tengah yang digelar Komisi Informasi Publik (KIP) Jateng di gedung BPSDM Jateng, Semarang, Selasa (25/11/2025). Foto: istimewa

Lingkar.co – Direktur eksekutif The Justice Institute, M. Kholidul Adib, MSI mengatakan, secara normatif, kebijakan lima hari sekolah yang selama ini diterapkan sebenarnya bertujuan positif, yaitu memberi kesempatan bagi peserta didik untuk lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga.

Namun, hasil evaluasi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa banyak orang tua justru yang tetap bekerja hingga enam bahkan tujuh hari dalam sepekan, sehingga dua hari libur anak sekolah sering kali berlalu tanpa pendampingan.

“Justru hal ini yang membuat anak usia sekolah sering melakukan aktivitas di luar kontrol keluarga dan banyak yang terjebak dalam pergaulan bebas yang justru membahayakan generasi muda dan kontra produktif dengan maksud pendidikan,” katanya disela menjadi Panelis Uji Publik Monitoring dan Evaluasi (Monev) Keterbukaan Informasi Publik, Badan Publik Jawa Tengah yang digelar Komisi Informasi Publik (KIP) Jateng di gedung BPSDM Jateng, Semarang, Selasa (25/11/2025)

Maka dari itu, kata dia, Pemprov Jateng mempertimbangkan untuk mengembalikan sistem sekolah enam hari dalam sepekan. Kebijakan tersebut masih dalam tahap kajian mendalam yang melibatkan kalangan akademisi, pakar pendidikan, serta berbagai elemen masyarakat.

Dosen UIN Walisongo Semarang ini menilai, selain berkurangnya waktu belajar dan minimnya pengawasan orang tua, sekolah lima hari juga mengurangi peluang anak didik untuk berkembang di kegiatan ekstrakurikuler sekolah.

“Kegiatan ekstrakurikuler seperti praskolah, les, dan kegiatan lainnya mungkin tidak dapat dilaksanakan secara efektif dengan jadwal sekolah lima hari,” ujarnya.

Dirinya juga sependapat bahwa siswa yang tinggal jauh dari sekolah mungkin mengalami kesulitan transportasi dengan jadwal sekolah lima hari. Terlebih di daerah pedesaan.

“Siswa mungkin memiliki waktu yang lebih sedikit untuk berinteraksi dengan teman-teman dan melakukan kegiatan sosial lainnya,” imbuhnya.

Ia setuju pemberlakuan kembali sekolah selama enam hari dalam sepekan mengingat beberapa persoalan perkembangan anak di luar sekolah yang tidak bisa diawasi oleh orang tua yang sibuk bekerja.

“Walhasil saya mendukung langkah Pemprof Jateng yang akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan sekolah lima hari dan jika perlu dikembalikan menjadi sekolah enam hari supaya pembelajaran bisa berjalan lebih baik,” ucapnya.

Saat ini Pemprov Jateng masih melakukan kajian kebijakan tersebut secara komprehensif dengan melibatkan para pakar pendidikan, pihak akademisi dari perguruan tinggi, hingga legislatif.

Untuk tahap awal, pada tahun 2026, rencana tersebut sudah bisa diberlakukan untuk jenjang SMA dan SMK sebagai kewenangan pemerintah provinsi. Kemudian pada tahun 2027 kebijakan serupa dapat diperluas ke tingkat SD, SMP, bahkan PAUD yang dikelola pemerintah kabupaten/kota. (*)

Penulis: Ahmad Rifqi Hidayat

Exit mobile version