Lingkar.co – Konflik batas wilayah antara Desa Tambaharjo dan Desa Payang kembali memanas. Kedua desa berselisih mengenai status jalan sepanjang 450 meter yang selama puluhan tahun menjadi akses utama warga.
Ketegangan meningkat saat Pengadilan Negeri (PN) Pati Kelas I A menggelar pemeriksaan setempat (PS) pada Rabu (26/11/2025). Ratusan warga dari kedua desa memenuhi lokasi untuk menyaksikan proses tersebut.
Warga Payang mengklaim jalan itu sebagai lahan peninggalan nenek moyang yang telah mereka bangun dan rawat sejak lama. Namun, peta administrasi terbaru menunjukkan jalur tersebut berada dalam wilayah Tambaharjo.
Kepala Desa Tambaharjo, Sugiyono atau Yoyong, menegaskan bahwa seluruh dokumen resmi menunjukkan jalan tersebut masuk wilayahnya.
“Sebodoh-bodohnya kepala desa itu pasti tahu peta wilayah. Dan ini masuk Tambaharjo. Peta wilayah kami pasang di kantor desa, silakan dicek,” ujarnya.
Ia menyebut sengketa ini sudah muncul sejak 2020–2021 dan berawal dari persoalan penebangan pohon randu. Berbagai mediasi telah ditempuh, namun tanpa hasil, hingga akhirnya masuk ke ranah perdata di PN Pati.
“Saya siap menunjukkan semua data sah yang dimiliki Desa Tambaharjo. Harapan saya, hakim memberi putusan tanpa intimidasi dari pihak mana pun, demi menghindari gejolak antarwarga,” kata Yoyong.
Meski demikian, ia menegaskan hubungan antarwarga harus tetap dijaga.
“Tambaharjo dan Payang itu saudara. Warga dua desa saling tinggal dan berbaur. Jalan ini pun dipakai umum, tidak pernah kami tutup,” katanya.
Sementara itu, Kepala Desa Payang, Dewi Ernawati, menilai bahwa meski wilayah tersebut masuk Tambaharjo secara administrasi, pembangunan dan perawatan jalan selama ini dilakukan warga Payang.
“Jalan ini dibangun nenek moyang kami, dirawat warga Payang dari pengerasan, pengaspalan, sampai betonisasi dengan dana desa tahun 2016–2018,” ujarnya.
Erna mengatakan pihaknya tidak menuntut kepemilikan tanah, tetapi ingin mendapatkan hak merawat jalan.
“Kami hanya ingin diberi hak merawat, termasuk membangun talut agar jalan tidak rusak. Tidak ada niat mensertifikatkan jalan,” ujarnya.
Ia juga menyebut warga Tambaharjo tidak pernah terlibat dalam perawatan jalan.
“Kalau wilayah memang Tambaharjo. Tapi yang merawat beratus-ratus tahun itu Payang,” ujarnya.
Untuk menjaga situasi tetap kondusif, Polresta Pati bersama Kodim 0718/Pati dan Satpol PP menurunkan 338 personel. Kabagops Polresta Pati, AKP Nanda Priyambada, mengimbau kedua pihak menghormati proses hukum.
“Harapan kami kegiatan berlangsung aman dan kondusif. Proses hukum sedang berjalan, kedua pihak harus menahan diri,” jelasnya.
Ketua Majelis Hakim, Darminto Hutasoit, menyampaikan bahwa persidangan akan berlanjut pada 15 Desember 2025 dengan agenda penyampaian kesimpulan melalui persidangan elektronik. Para pihak diminta melengkapi bukti-bukti asli.
Diketahui, sengketa ini sebelumnya telah melalui serangkaian mediasi, baik di pemerintah daerah maupun pengadilan, namun belum menghasilkan kesepakatan. (*)
