Lingkar.co – Ribuan Nelayan di Kelurahan Bandengan dan Kalibuntu Dusun Birusari (Mbiru) kesulitan mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) jenis bio solar. Hal itu lantaran adanya dugaan monopoli penjualan bio solar untuk nelayan di Pertamina SPBUN 48.513.02.
Ya, para nelayan mengaku, kesulitan membeli biosolar di SPBUN Bandengan. Karena, BBM tersebut dijual secara terang-terangan kepada peorangan yang diduga mennjadj pengepul.
Menurut warga dan nelayan sekitar, penjualan BBM bio solar kepada para pengepul itu menurutnya sudah menjadi rahasia umum.
“Padahal sedianya, Bio Solar itu khusus untuk nelayan. Karena untuk membelinya, dibutuhkan rekomendasi dan bukti kepemilikan kapal/perahu nelayan,” ujar Garman (nama samaran,Red) salah satu nelayan Mbiru, Rabu (16/4/2025).
Namun setiap kali nelayan akan membeli di SPBUN Bandengan tidak pernah dilayani. Dengan alasan bio solar sudah habis. Alhasil, para nelayan harus membeli bio solar dari para pengepul dengan harga yang jauh lebih mahal.
Menurut pria yang sudah 15 tahun menjadi nelayan itu, harga bio solar di SPBUN sekarang ini seharga Rp 6.800 per liter. “Sedangkan nelayan harus membeli dari pengepul dengan harga 7.800-8.000 per liter,” tuturnya.
Baca juga: TPU Semarang Penuh, Disperkim Bakal Buka Lahan Makam Baru
Pihaknya mengaku tidak mempermasalahkan pengepul yang menjual harga tinggi. Tapi SPBUN harusnya juga tetap melayani Nelayan.
“Kalau dijual ke nelayan, SPBUN itu tidak akan habis, karena rata-rata kebutuhan nelayan hanya 70-80 liter saja untuk sekali pulang pergu melaut,” tambahnya.
Hal senada dikatakan Marijan (nama samaran,Red) nelayan Mbiru lainnya. Ia mengaku sudah setor surat rekomendasi ke SPBUN Bandengan. Tapi hasilnya, tetap tidak mendapatkan solar seperti yang diharapkan.
“Diduga malah Rekomendasi saya dipakai untuk para pengepul solar itu,” akunya.
Pasalnya, dari pihak SPBUN, justru malah menyuruhnya untuk membeli solar kepada pengepul. “Di SPBUN Bandengan solar habis, tapi di pengepul mereka memiliki solar satu gudang penuh. Saya sampai heran,” katanya.
Padahal SPBUN yang sedianya melayani hanya disediakan untuk nelayan, tapi kenyataannya malah nelayan dipersulit. “Ini membuat saya para nelayan sengsara,” tambahnya.
Ia mengaku sudah melaporkan kejadian itu ke Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kendal. Bahkan beberapa waktu lalu sudah difasilitasi, tapi nyatanya tidak membuahkan hasil.
Bahkan, solar-solar yang sedianya untuk nelayan, ada dugaan dijual kepada perusahaan industri. “Ada yang menjaul ke beberapa industri. Karena harganya terpaut jauh, kalau solar untuk industri itu harganya sekitar Rp 11.000 per liter,” jelasnya.
Ia bahkan menyebut di SPBUN Bandengan, ada puluhan jerigen mangantre. Jerigen itu dikelompokkan berdasarkan pengepul. “Ada puluhan pengepul solar di (Bandengan,Red) sini. Padahal nelayan paling bayak itu membawa 2-3 jerigen saja,” imbuhnya. (*)
Penulis: Ahmad Rifqi Hidayat