PATI, Lingkar.co – Seorang wanita murung dalam temaram cahaya. Ia berduka lantaran suaminya ingin mendua dengan wanita yang lebih cantik daripada dia. Ia seolah memegang pedang bermata dua. Sebagai seorang wanita Jawa, pantang menolak keinginan suami tetapi ia tak kuat menahan luka di dada karena hasrat suaminya.
Cuplikan itu merupakan sebuah opening pementasan teater dari Teater Minatani dengan lakon Mendut, Kabar Api dari Pantai Utara Jawa. Sebuah lakon yang menceritakan kisah asmara bak Rameo-Juliet.
Pementasan ini merupakan rangkaian Pekan Kebudayaan Daerah 2021 yang difasilitasi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Pati dan dipentaskan dan disiarkan secara langsung di channel Youtube Mitra Budaya Pati, Selasa (6/4/2021) malam.
Wanita yang berada dalam adegan pembuka adalah Nyai Ajeng (Lacahya) istri Tumenggung Wiraguna (Sigit), lelaki yang ‘kedanan’ Rara Mendut (Siwigustin). Tumenggung Wiraguna merupakan salah satu panglima perang kerajaan Mataram. Ia ingin menikahi Rara Mendut yang berasal dari Kabupaten Pati.
Tumenggung Wiraguna mengutus Nyai Ajeng untuk melamar Rara Mendut. Namun, lamaran itu ditolak mentah-mentah. Rara Mendut ingin merdeka, memilih lelaki pujaan hatinya, Pranacitra (Aji), yang hanya seorang penjaga kuda.
Penolakan ini membuat Tumenggung Wiraguna murka. Ia mencari pun cara agar Rara Mendut mau ia pinang. Sampai akhirnya ia mewajibkan Rara Mendut untuk membayar pajak yang tinggi kepada kerajaan Mataram.
Rara Mendut pun harus berpikir panjang untuk mendapatkan uang guna membayar pajak tersebut. Sadar akan kecantikannya dan keterpukauan semua orang terutama kaum lelaki kepadanya, akhirnya dia menjual rokok yang sudah pernah dihisapnya dengan harga mahal kepada siapa saja yang mau membelinya.
Pranacitra akhirnya mati, dibunuh Wiraguna dengan kecemburuannya. Melihat kekasihnya mati, Mendut bunuh diri. Ia lebih memilih mati dibandingkan bersama dengan keserakahan perbudakan wanita.
Pementasan ini juga diperankan oleh Fais, Ali dan Hanif sebagai warga-warga atau lelaki lain yang juga kasmaran dengan Rara Mendut.
Padukan Kesenian Tradisional dan Modern
Selepas pementasan ini, sang sutradara, Beni Dewa ingin memunculkan sudut pandang lain tentang kisah Rara Mendut yang beredar dari masyarakat. Menurutnya, di samping kisah asmara, dalam kisah Rara Mendut ada sebuah perjuangan dari penjajahan.
“Kami melihat sosok Mendut lebih dari (asmara) itu. Bagimana perjuangan untuk tidak mau menyerah dengan penjajahan sangat kuat,” ujarnya.
Beni mengaku meramu pementasan ini dengan ciri khas kesenian tradisional asal Pati, Ketoprak. “Ada silatnya, ada taman sarinya. Itu yang ingin kita masukkan dalam pementasan ini. Jadi kita padukan kesenian Ketoprak dengan kesenian modern ala anak-anak muda,” tandasnya.(lam/lut)