Lingkar.co — Di tengah geliat kota yang kian maju, ada perubahan pelan namun berarti di Kota Semarang. Semakin banyak pria mulai mengambil peran dalam perencanaan keluarga, lewat langkah yang dulu dianggap tabu, vasektomi.
Pemerintah Kota Semarang pun memberi dukungan penuh. Bagi laki-laki yang menjalani vasektomi, disediakan insentif sebesar Rp1 juta. Bukan sekadar hadiah, tetapi bentuk apresiasi terhadap partisipasi kaum pria dalam menjaga keseimbangan keluarga.
Program ini digulirkan oleh Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Disdalduk KB) Kota Semarang, yang melihat perlunya mengubah paradigma lama bahwa urusan KB hanya tanggung jawab perempuan.
“Masyarakat, terutama pria, mulai melirik vasektomi. Mereka ingin tetap sehat, bertanggung jawab, dan memastikan masa depan anak-anaknya lebih baik,” ujar Kepala Disdalduk KB Kota Semarang, Lilik Farida, di sela kegiatan pelayanan KB di Semarang, Kamis (13/11/2025).
Dulu, kata “vasektomi” sering membuat pria ciut. Banyak yang keliru menganggapnya sebagai “pengebirian” atau kehilangan kejantanan. Kini, lewat pendekatan edukatif dan layanan berbasis rumah sakit, anggapan itu mulai memudar.
Disdalduk KB bekerja sama dengan dokter spesialis bedah dan urologi di berbagai rumah sakit. Para peserta pun merasa lebih aman karena tindakan dilakukan oleh tenaga ahli.
Dari data Disdalduk KB, peserta vasektomi meningkat dua kali lipat, dari 46 orang pada 2024 menjadi lebih dari 100 peserta pada 2025.
“Kami ingin pelayanan KB terasa manusiawi. Dengan tenaga medis profesional, masyarakat merasa yakin bahwa vasektomi aman dan tidak mengganggu fungsi vital pria,” tutur Lilik.
Sejak 2022, petugas KB Kota Semarang aktif turun ke lapangan lewat mobil pelayanan keliling (Muyan). Dalam sebulan, tim bergerak ke 16 kecamatan dengan frekuensi lebih dari 20 kali kunjungan.
Layanan ini tak hanya menyasar perempuan, tetapi juga mengedukasi pria soal peran penting mereka dalam menekan angka stunting dan meningkatkan kesejahteraan keluarga.
“Banyak pria yang dulu hanya mengantar istrinya, kini malah ikut konsultasi dan akhirnya memutuskan ikut KB,” kata Lilik.
Fenomena ini sejalan dengan pergeseran perilaku generasi muda. Angka pernikahan usia dini di bawah 19 tahun menurun. Banyak anak muda kini menempatkan pendidikan dan pekerjaan sebagai prioritas sebelum menikah.
Dengan pendekatan holistik, dari edukasi, layanan kesehatan, hingga insentif, Pemkot Semarang berharap partisipasi pria dalam KB menjadi bagian dari budaya baru masyarakat.
“Perencanaan keluarga bukan hanya soal jumlah anak, tetapi tentang bagaimana menciptakan generasi sehat dan berkualitas,” tutup Lilik. ***
