Lingkar.co – Anggota Komisi VIII DPR RI, H. Abdul Wachid mengungkapkan, anggaran untuk pendidikan keagamaan atau pendidikan agama pada umumnya masih kalah jauh dengan pendidikan umum (Pendidikan nasional).
Padahal pendidikan keagamaan, baik pondok pesantren (Ponpes), madrasah diniyah (Madin), TPQ di Indonesia berperan luar biasa.
“Pendidikan keagamaan dari sudut politik anggaran sangat sedikit dibandingkan dengan pendidikan nasional, ini perlu dan butuh diperjuangkan. Kami kedepan memperjuangkan anggaran untuk pendidikan islam bisa bertambah,” kata Wachid usai acara Ngobrol Pendidikan Islam (Ngopi) di Hotel @Hom Kudus, Jumat (25/8).
Wachid lantas menyebut para pendiri bangsa telah menegaskan orientasi pendidikan yang tertuang dalam lagi Indonesia Raya, yakni bangunlah jiwanya yang artinya aspek religius atau pendidikan keagamaan, akhlak dan budaya. Setelah itu bangunlah raganya. Ia tegaskan, untuk menjadikan pelaksana negara ini baik, maka perlu dilandasi dengan agama.
“Pendidikan agama bisa mengurangi tindakan korupsi bagi pelaksana negara, mulai Presiden, DPR, Gubernur, Bupati/Walikota, Camat sampai Lurah/Kades. Pendidikan agama bisa membangun karakter lebih baik,” paparnya.
Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Tengah itu lantas mengungkapkan, dari sisi infrastruktur pembangunan lembaga pendidikan islam, seperti Madrasah Tsanawiyah, Aliyah yang dibantu pemerintah baru 15 persen.
Selebihnya, lembaga-lembaga pendidikan islam yang ada, disiapkan, dibuat, dibantu oleh masyarakat sendiri. Selain itu, honor untuk para guru/ustadz madrasah, madin, TPQ dan pesantren juga masih minim, jauh untuk memenuhi kebutuhan.
“Mereka butuh perhatian, supaya mereka ngajarnya biar bisa maksimal. Kalau perut kosong, kesejahteraannya kurang, tentu tidak bisa fokus dan maksimal dalam mengajar. Setidaknya mereka bisa dapat honor UMR (Upah minimum regional), inilah yang kita perjuangkan,” tegasnya
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kanwil Kemenag Jawa Tengah, Muhtasit mengajak kepada para peserta Ngopi dan masyarakat pada umumnya, jika masih mempunyai anak usia MTs (SMP) atau MA (SMA) untuk menitipkan putra-putrinya di Pondok Pesantren.
“Kudus ini gudangnya pesantren, banyak pesantren, baik yang spesialisasi Al Qur’an atau yang kitab kuning. Silahkan tinggal pilih, dengan mondok di pesantren insyaallah kelak bisa menjadi anak yang anak sholeh-sholehah dan sukses,” ucapnya. (*)
Penulis Ahmad Rifqi Hidayat