DEMAK, Lingkar.co – Kerusakan jalan yang terus terjadi selama musim penghujan mendapat sorotan dari akademisi. Bahkan, adanya kerusakan jalan tersebut menjadi proyek abadi pemerintah. Untuk itu, perlu solusi jangka pendek, menengah dan panjang mengatasi persoalan tersebut.
Akademisi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang yang fokus pada bidang Penata dan Perencanaan Wilayah dan Kota Okto Risdianto Manullang mengatakan, secara teori jalan rusak disebabkan karena beban.
“Situasi musim hujan seperti ini banyak menyebabkan jalan rusak hingga berlubang. Itu penyebabnya karena tonase kendaraan berlebihan dan tidak adanya penyerapan air pada jalan,” katanya.
Menurutnya, air merupakan musuh utama aspal. Sehingga ketika air menggenangi jalan beraspal, bisa melonggarkan ikatan antara agregat dengan aspal. Pada mulanya lubang kecil, karena banyak kendaraan terutama kendaraan besar lubang lewat, lubang menjadi besar.
Okto menjelaskan, kerusakan jalan tahun ini dengan tahun sebelumnya hampir sama. Menurut Okto, kerusakan jalan di pantura memang menjadi proyek abadi. Padahal, pembangunan tol trans Jawa harusnya bisa mengurai kerusakan jalan pantura, tetapi nyatanya masih saja rusak.
“Jalan rusak di pantura itu proyek abadi, pasti akan mengalami kerusakan terus menerus. Makanya pemerintah harus memikirkan pembangunan yang bisa berdampak pada jangka pendek, menengah, dan panjang,” jelasnya.
Okto mengakui, pembangunan jalan memang tidak semuanya bisa menggunakan beton. Lantaran perbedaan struktur tanah pada tiap-tiap jalan. Namun dia mengusulkan agar menggunakan teknik jalan berpori yang telah dikembangkan oleh dosen di Institut Teknologi Bandung (ITB).
“Karena kalau jalan yang struktur tanahnya tidak memadai dan dibeton akan ambles. Maka perlu adanya pembenahan pembangunan jalan seperti misalnya menggunakan jalan berpori (spons),” akunya.
Jalan berpori atau GeoPore merupakan hasil pengembangan material geopolimer alami seperti keramik. Bahan ini sangat kuat, tahan lama, dan tak beracun. Geopolimer adalah campuran material alumina dan silika yang diaktivasi larutan alkali. Karakternyapun mirip spons, yakni menyerap air dengan cepat.
Lebih lanjut, Okto mengatakan jika jalan berpori tersebut bisa diterapkan, penyerapan air pada jalanan akan berjalan optimal. Meski demikian, pembersihan drainase serta kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan juga harus diperhatikan.
“Permasalahan jalan rusak inikan menjadi tanggung jawab bersama. Pemerintah harus menemukan skema terbaik pembangunan, serta menertibkan kendaraan yang melebihi tonase. Masyarakat atau pengguna jalan juga harus berperan seperti tidak membuang sampah sembarangan,” katanya.(dit/lut)
Sumber: Koran Lingkar Jateng
Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps