Aliansi Mahasiswa Desak KPK Tak Tebang Pilih Tangani Kasus Korupsi di Kota Semarang

KPK menetapkan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu beserta suami sebagai tersangka dalam sejumlah dugaan kasus korupsi di Kota Semarang. Foto: Istimewa.
KPK menetapkan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu beserta suami sebagai tersangka dalam sejumlah dugaan kasus korupsi di Kota Semarang. Foto: Istimewa.

Lingkar.co – Aliansi Mahasiswa Jawa Tengah mengapresiasi gerak cepat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penetapan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu beserta suami sebagai tersangka dalam sejumlah dugaan kasus korupsi di Kota Semarang.

“Apresiasi yang luar biasa atas kinerja KPK dalam penggeledahan barang bukti di Balai Kota ruang Wali Kota Semarang dan langsung menetapkan Wali Kota dan suami Wali Kota Semarang menjadi tersangka dan akan memintai keterangan beberapa kepala dinas di Kota Semarang,” ucap Koordinator Aliansi Mahasiswa Jateng Cabang Kota Semarang, Lutfi Nur Lana, Jumat (19/7/2024).

Pihaknya pun mendesak KPK tidak tebang pilih dan bisa segera menuntaskan kasus yang membuat heboh warga Semarang dan Jawa Tengah ini.

Hijau-Minimalist-Ucapan-Selamat-Sukses-Kiriman-Instagram-3

Ia menyebutkan sejumlah kasus yang membuat Wali Kota Semarang menjadi tersangka di antaranya, dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Pemkot Semarang tahun 2023-2024, dugaan pemerasan terhadap pegawai negeri atas insentif pemungutan pajak dan retribusi daerah Kota Semarang, dan dugaan penerimaan gratifikasi tahun 2023 sampai dengan 2024.

“Kami berharap Komisi Pemberantasan Korupsi tidak sampai kecolongan barang bukti yang belum ditemukan, selain upaya paksa ini menyangkut penyidikan,” harapnya.

Dijelaskannya, berdasarkan regulasi Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menurut UU Nomor 31 tahun 1999 jo UU Nomor 20 tahun 2001 diidentifikasi menjadi 7 hal besar, yaitu kerugian keuangan negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, konflik kepentingan dalam pengadaan dan gratifikasi diperkuat regulasi.

Png-20230831-120408-0000

Sementara itu, korupsi terkait dengan pemerasan ini diatur dalam Pasal 12 huruf (e), (f), dan (g) UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20/2001, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pasal 31 ayat (4) huruf h Peraturan Pemerintah ini menyatakan; “Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah adalah penerimaan komisi, potongan, atau bentuk lain sebagai akibat penjualan, tukar menukar, hibah, asuransi, dan atau pengadaan barang dan jasa termasuk penerimaan atau penerimaan lain sebagai akibat penyimpanan uang pada bank, penerimaan dari hasil pemanfaatan barang daerah atau dari kegiatan lainnya, aturan hukum  Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Lebih lanjut, pihaknya meminta dalam menangani kasus ini KPK mengedepankan sikap profesional, optimal, intensif, efektif, dab berkesinambungan.

“Tugas berlipat tersebut muncul karena pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan,” katanya.

“Pada dasarnya wewenang KPK berada pada wilayah korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan penegak hukum atau penyelenggara negara,” pungkasnya. (*)

Penulis: Miftahus Salam

Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps