Lingkar.co – Ribuan umat muslim antusias menunaikan Salat Idul adha 1446 Hijriah/2025 Masehi di halaman Museum Lawang Sewu, Kota Semarang, Jawa Tengah pada Jumat (6/6/2025).
Takbir berkumandang sejak pagi, dilanjutkan dengan salat berjemaah dan khotbah yang berlangsung khidmat di bawah langit cerah Ibu Kota Jawa Tengah.
Ibadah dimulai sejak matahari terbit, menghadirkan suasana religius yang berpadu harmonis dengan keindahan arsitektur ikonik bangunan bersejarah peninggalan tahun 1864 itu.
Warga dari berbagai penjuru Kota Semarang tampak antusias mengikuti rangkaian ibadah hingga selesai.
“Memang salah satu amanah yang diberikan kepada kami adalah pengelolaan Museum Lawang Sewu,” ujar Vice President of Asset Optimization PT KAI Wisata, Anton Poniman.
Anton menyampaikan bahwa kegiatan keagamaan di Lawang Sewu merupakan bagian dari komitmen PT KAI Wisata dalam pengelolaan aset yang inklusif dan memberi manfaat luas bagi masyarakat.
“Alhamdulillah, ini sudah kesekian kali kami bisa berpartisipasi dan memberi manfaat, khususnya bagi masyarakat sekitar dan umumnya warga Kota Semarang,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa bangunan berarsitektur Belanda, yang kini telah berusia 161 tahun dan dirancang oleh Jacob K. Klinkhamer, secara rutin digunakan sebagai tempat berbagai kegiatan keagamaan lintas keyakinan.
Selain Salat Iduladha tahun ini, Lawang Sewu juga kerap menjadi lokasi Salat Idulfitri, peringatan Maulid Nabi, Isra Mikraj, hingga kebaktian Kenaikan Isa Almasih.
Bangunan yang dulunya merupakan kantor pusat Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), perusahaan kereta api swasta Hindia Belanda, kini telah bertransformasi menjadi ruang publik yang terbuka bagi masyarakat dari berbagai latar belakang.
“Kami membuka kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat lintas agama untuk memanfaatkan fasilitas yang tersedia. Silakan gunakan Lawang Sewu sebagai ruang publik yang bisa dimanfaatkan secara terbuka,” ujar Anton.
Ia berharap pelaksanaan Salat Iduladha tidak hanya menjadi momentum ibadah, tetapi juga memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menikmati suasana dan fasilitas cagar budaya yang dimiliki Semarang ini.
“Selain menunaikan kewajiban sebagai umat, kami harap jemaah juga bisa menikmati lingkungan dan fasilitas yang ada di Lawang Sewu,” katanya.
Dengan pendekatan inklusif tersebut, Lawang Sewu tidak hanya menjadi simbol sejarah dan budaya, tetapi juga ruang sosial dan spiritual yang menyatukan masyarakat lintas agama di Kota Semarang.
“Ini baru pertama karena kemarin-kemarin itu mudik. Sekarang tidak mudik, jadi salat di sini saja,” ujar Vivi, salah satu jemaah yang tinggal di belakang Lawang Sewu.
Dara berusia 23 tahun itu mengaku sangat terkesan bisa menjalankan ibadah sekaligus menikmati destinasi bersejarah.
“Sekarang bisa ibadah, terus bisa foto-foto setelah salat. Apalagi gratis ya, biasanya kan ada tiket masuk. Ini mumpung gratis juga, jadi bisa dimanfaatin. Habis ini foto-foto dong,” ujarnya sambil tersenyum.