Bank Dunia Catat 194 Juta Orang Indonesia Masuk Kategori Miskin, Jauh Berbeda dengan Data BPS

Ilustrasi - Rakyat Miskin. Foto: Istimewa/Istockphoto

Lingkar.co – Bank Dunia mencatat lonjakan jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2024 mencapai sekitar 194,6 juta jiwa atau 68,25% dari total populasi 285,1 juta jiwa. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat tingkat kemiskinan nasional sebesar 8,57% atau sekitar 24,06 juta jiwa per September 2024.

Lonjakan angka kemiskinan versi Bank Dunia ini dipicu oleh perubahan standar garis kemiskinan global yang menggunakan Purchasing Power Parity (PPP) 2021, menggantikan PPP 2017 yang sebelumnya dipakai. Dengan standar baru ini, garis kemiskinan untuk negara berpendapatan menengah atas, termasuk Indonesia, naik dari US$ 6,85 menjadi US$ 8,30 per hari per kapita. Akibatnya, jumlah penduduk miskin yang dihitung Bank Dunia naik dari 171,7 juta jiwa (60,3%) menjadi 194,6 juta jiwa (68,3%) dari total populasi 285,1 juta jiwa.

Kepala BPS, Amalia Dining Ningar Widyasanti, menjelaskan perbedaan ini bukan karena data yang keliru, melainkan karena metodologi pengukuran yang berbeda.

“Bank Dunia memiliki tiga standar garis kemiskinan berdasarkan kategori negara, yaitu US$ 2,15 untuk kemiskinan ekstrem, US$ 3,65 untuk negara berpendapatan menengah bawah, dan US$ 6,85 (sekarang US$ 8,30) untuk negara berpendapatan menengah atas seperti Indonesia,” jelas Amalia.

Sementara itu, lanjutnya, BPS menggunakan metode penghitungan yang berbeda, yaitu pendekatan kebutuhan dasar (Cost of Basic Needs/CBN). Metode ini menghitung pengeluaran minimum yang diperlukan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non-pangan seperti pendidikan, kesehatan, serta perumahan.

“Garis kemiskinan nasional per September 2024 ditetapkan sebesar Rp595.242 per orang per bulan, atau sekitar Rp2,8 juta per rumah tangga dengan rata-rata 4,71 anggota keluarga,” jelas Amalia.

Menurutnya, perbedaan metodologi ini menyebabkan angka kemiskinan versi Bank Dunia terlihat jauh lebih besar. Namun, jika dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara, angka kemiskinan Indonesia menurut Bank Dunia masih lebih baik dibandingkan Laos yang mencapai 68,5%, meskipun masih tertinggal dari Malaysia (1,3%), Thailand (7,1%), dan Filipina (50,6%).

Bank Dunia juga memproyeksikan penurunan angka kemiskinan di Indonesia menjadi 58,7% pada 2025, 57,2% pada 2026, dan 55,5% pada 2027.

“Perbedaan angka kemiskinan ini bukanlah kesalahan data, melainkan perbedaan tujuan dan metode pengukuran,” tegas Amalia. (*)