Calon Wali Kota Semarang Debat Soal Cumi-cumi Darat

Bus Trans Semarang. Foto: istimewa

Lingkar.co -:Dalam debat perdana Pemilihan Wali Kota Semarang 2024 yang dilaksanakan oleh KPU pada Jumat (1/11/2024) lalu, isu mengenai energi baru dan terbarukan serta emisi yang dihasilkan oleh Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang menjadi sorotan.

Debat ini tidak hanya menjadi ajang bagi calon wali kota untuk mempresentasikan visi mereka, tetapi juga membuka diskusi tentang permasalahan lingkungan yang dihadapi Kota Semarang.

Istilah ‘cumi-cumi darat’ muncul dalam pembahasan ketika calon Wali Kota Semarang nomor urut 02, AS Sukawijaya alias Yoyok Sukawi, mengungkapkan pentingnya menurunkan emisi karbon dari transportasi publik. Menurutnya, untuk mengurangi emisi dari ‘cumi-cumi darat’, perlu dilakukan peremajaan bus dengan mengganti mesin diesel menjadi elektrik.

Hijau-Minimalist-Ucapan-Selamat-Sukses-Kiriman-Instagram-3

“Kami berdua punya program Semarang Ijo Royo-royo. Salah satunya peremajaan Trans Semarang jadi elektrik. Jadi akan kita ubah jadi elektrik agar polusi hilang, dengan itu akan turun emisi,” ungkapnya.

Sementara itu, Agustina Wilujeng, calon wali kota lainnya, menanggapi bahwa fenomena ‘cumi-cumi darat’ disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah bus dan kebutuhan penumpang.

Paslon 01 Agustina Wilujeng Pramestuti dan Iswar Aminuddin dan paslon 02 Yoyok Sukawi dan Joko Santoso dalam debat publik calon Wali Kota yang digelar KPU di hotel MG Setos, Jum'at (1/11/2024). Foto: dokumentasi

“Cumi-cumi darat terjadi karena jumlah bus tidak seimbang dengan kebutuhan penumpang. Kami sudah temui pengemudi dan pengelola BRT, jumlah bus terlalu sedikit. Maka akan tambah jumlah layanan dan perjalanan, tidak ngos-ngosan,” katanya.

Png-20230831-120408-0000

Untuk diketahui, istilah ‘cumi-cumi darat’ di Kota Semarang merujuk kepada BRT Trans Semarang yang menggunakan mesin diesel dan sering mengeluarkan asap hitam pekat saat beroperasi di jalan raya. BRT Trans Semarang telah beroperasi sejak tahun 2010 dan dioperasikan oleh pihak ketiga. Asap pekat yang dihasilkan disebabkan oleh proses pembakaran yang tidak sempurna akibat peningkatan jumlah bahan bakar yang masuk ke silinder mesin.

Menariknya, pada tahun 2019, Pemerintah Kota Semarang yang saat itu di bawah kepemimpinan Hendrar Prihadi sempat meluncurkan kesepakatan kerja sama untuk konversi bahan bakar solar ke gas untuk BRT Trans Semarang. Dengan skema pembiayaan Rp 10 miliar yang berasal dari bantuan Toyama dan APBD Kota Semarang, proyek ini diharapkan dapat mengatasi masalah kemacetan dan polusi.

Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps