Lingkar.co – Sejumlah warga Desa Asempapan yang tergabung dalam Forum Masyarakat Asempapan Bersatu menggelar aksi sebagai bentuk kekecewaan terhadap sejumlah kebijakan Pemerintah Desa di Balai Desa setempat, Kamis (6/11/2025). Mereka menilai beberapa keputusan desa tidak berpihak kepada masyarakat, salah satunya terkait larangan pelaksanaan haul di makam Mbah Panggeng.
Warga menyebut, peraturan desa (Perdes) yang mengatur kegiatan tersebut dianggap membatasi tradisi keagamaan dan kearifan lokal yang telah berlangsung turun-temurun. Bahkan, kegiatan doa bersama seperti kataman di musala dikabarkan turut dibatasi.
“Kegiatan haul itu sudah menjadi tradisi kami. Tapi sekarang, ketika kami ingin doa bersama saja dilarang. Kataman di musala kok tidak boleh, itu bagaimana? Padahal musala adalah tempat kebaikan,” ujar, Koordinator Aksi, Bayu Irianto.
Selain soal tradisi haul, warga juga mempertanyakan transparansi penggunaan dana desa yang dinilai kurang terbuka. Mereka turut menyoroti dugaan pencemaran aliran limbah dari PG Trangkil yang disebut berdampak pada menurunnya hasil panen petani.
Menanggapi aksi tersebut, Kepala Desa Asempapan, Sukarno, menegaskan bahwa tidak benar jika pemerintah desa menerbitkan larangan haul maupun membatasi kegiatan doa warga.
Ia menekankan, Perdes yang diterbitkan bukan keputusan sepihak, melainkan melalui tahapan musyawarah desa sesuai mekanisme yang berlaku.
“Saya sangat menjunjung tinggi demokrasi. Penyusunan perdes melalui musyawarah desa, bukan keputusan pribadi,” tegas Sukarno.
Ia juga memastikan kegiatan doa bersama tetap berjalan seperti biasa.
“Faktanya, setiap bulan Apit doa bersama selalu digelar di balai desa dan juga di makam Mbah Panggeng,” ujarnya.
Terkait aliran air dari PG Trangkil yang dikeluhkan warga, Sukarno menjelaskan bahwa suplai air tersebut selama ini justru membantu petani, terutama saat musim kemarau.
“Manfaatnya jauh lebih besar, 90 persen untuk kebutuhan sawah. Namun jika perlu dikaji ulang, saya siap memfasilitasi,” tegasnya.
Sukarno menyampaikan, pihaknya tetap terbuka terhadap kritik dan siap berdialog dengan warga untuk mencari solusi terbaik. (*)








