SEMARANG, Lingkar.co – Kelangkaan pupuk yang terjadi di wilayah Jawa Tengah (Jateng), seolah jadi hal wajar. Padahal pemerintah sudah mempunyai kalkulasi kebutuhan pupuk itu sendiri.
Kepala bidang Sarana dan Prasarana (Sarpras) Dinas Pertanian dan Perkebunan Jateng Tri Susilarjo mengakui, Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jateng sudah menambahkan alokasi pupuk pada tahun 2021. Tahun ini alokasi pupuk sebesar 1.9 juta ton. Jumlah itu lebih banyak daripada tahun sebelumnya yang hanya 1.6 juta ton.
Meski alokasi pupuk tahun ini bertambah, namun masih belum memenuhi kebutuhan petani di Jateng. ”Angka tersebut masih kurang dari total kebutuhan petani yang membutuhkan sekitar 2.8 juta ton pupuk. Jadi masih di angka 68 persen belum 100 persen,” jelasnya.
KENDALA LAPANGAN
Selain karena jatah dari pemerintah yang minim, ada beberapa kendala di lapangan yang belum diurai. Semisal kendala distribusi yang ranahnya Dinas Perdagangan. Tri menegaskan, faktor distribusi menentukan ketersediaan pupuk bagi petani. ”Misalkan kita sudah menyediakan, namun dari distributor ada kendala, kan ya petani sama saja nggak bisa dapat pupuk,” jelasnya.
Lanjutnya, ketika distributor sudah membeli pupuk namun KPL (Kios Pupuk Lengkap) tidak ada juga berdampak pupuk tidak sampai ke petani. Terkait kelangkaan tersebut, maka hadirnya kartu tani diklaim efektif untuk penyediaan pupuk yang sudah terdata secara otomatis dan tidak lagi manual. Tahun 2021, Pemerintah Provinsi Jateng mewajibkan petani untuk memiliki kartu tani sebagai alat transaksi dalam mendapatkan pupuk subsidi.
Apabila petani masih belum memiliki kartu tani, maka tidak bisa mendapatkan pupuk subsidi. ”Tahun ini, petani harus tedaftar dari kelompok tani dan mengusulkan pupuk lewat RDKK (rencana definitif kebutuhan kelompok). Jadi dapat menebus pupuk sesuai alokasinya dengan menggunakan kartu tani. Yang belum punya kartu tani belinya pupuk non subsidi yang harganya lebih mahal dua kali lipat,” ungkapnya.
Tri mengakui, memang tidak mudah mengubah kebiasaan membeli pupuk dari manual ke kartu tani. Apalagi latar belakang pendidikan petani yang berbeda-beda. “Untuk itu, setiap ada pertemuan di tingkat penyuluh untuk menyampaikan lagi terkait kartu tani secara benar mulai dari fungsi dan kegunaan. Kita tetap laksanakan edukasi,” tandasnya. (mg5/one/aji)
Baca Juga:
BPNT Dinilai Jadi Celah Penyimpangan