KUDUS, Lingkar.co – Bangunan bekas Stasiun Kereta Api yang terletak di Jalan Kyai Agus Salim, Wergu Wetan nampak kumuh dan tidak terawat. Bangunan milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) ini memang sudah tidak beroperasi lagi.
Ketua Lembaga Penjaga dan Penyelamat Karya Budaya Bangsa (LPPKBB) Kudus Sancaka Dwi Supani berharap, bangunan yang dikenal dengan nama Stasiun Wergu itu bisa diubah menjadi Museum Kereta Api. Hal itu agar bangunan tersebut tidak mangkrak dan rusak.
Selain itu, dengan adanya Museum Kereta Api diharapkan bangunan yang mangkrak tesebut bisa menjadi wisata edukatif. Sehingga, generasi muda saat ini tahu, dulunya ada stasiun kereta api besar di Kota Kretek.
“Saya ingin stasiun itu dikembangkan biar bisa jadi museum karena ini merupakan peninggalan sejarah. Biar masyarakat muda sekarang tau kalau di Kudus pernah dipakai jalur kereta api. Kalau bisa dibikin museum kereta api seperti di ambarawa,” paparnya.
Lebih lanjut, Sancaka mengatakan, bangunan tersebut perlu dilestarikan karena memiliki nilai sejarah yang tinggi.
“Stasiun itu adalah peninggalan sejarah yang perlu dilestarikan dan perlu dipublikasikan karena punya cerita sejarah yang besar,” katanya.
Baginya, stasiun wergu masih punya potensi untuk dikembangkan karena bangunan utamanya masih kokoh dan belum sepenuhnya hancur.
“Di kudus ini masih utuh bangunannya, masih bisa di bikin museum,” sambungnya.
Stasiun Wergu menjadi sejarah awal transportasi ketika jaman penjajahan Belanda pada sekitar tahun 1.880. Stasiun ini bahkan menghubungkan antara Semarang dan Juwana.
“Dulu dikenal sebagai Sepur Kluthuk. Sepur yang kecil atau string,” imbuhnya.
Stasiun ini mulanya digunakan untuk mengangkut gula yang diproduksi oleh Pabrik Gula Rendeng, serta digunakan sebagai alat transportasi. Munculnya mobil colt 76 dan kendaraan transportasi lainnya karena adanya perkembangan transportasi jalan.
Hal itu yang menjadikan kereta api di stasiun ini tidak beroprasi lagi, karena penggemarnya semakin sedikit sampai akhirnya ditinggalkan.
“Dulu berjasa mendistribusikan gula hasil produksi Pabrik Gula Rendeng. Sekitar tahun 1977 masih digunakan sebagai transportasi. Kemudian mulai hilang pada tahun 1980-an,” ucapnya.
Selain itu, dulu agresi militer belanda juga pernah terjadi di stasiun itu. Komando Macan Putih pernah bergerilya menghadang tentara belanda di stasiun tersebut.
“Sempat terjadi baku tembak disana makanya atapnya pada bolong-bolong,” urainya.
Pihaknya menyayangkan, kawasan stasiun wergu saat ini justru digunakan menjadi bangunan lain yang tidak sesuai dengan cerita sejarahnya.
“Itu seharusnya dilestarikan, kalau semacam itu kan menyalahi aturan karena itu monumen bersejarah, itu adalah situs. Seharusnya tidak boleh ada penambahan bangunan apalagi bangunannya tidak otontik,” tandasnya. (isa/dim/aji)