Lingkar.co – Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Semarang memberikan klarifikasi terkait tudingan massa yang berunjuk rasa di Balai Kota Semarang, Kamis (16/3/2023). Massa menuding pengurus PMI tak jalankan amanah sesuai aturan organisasi
Salah satu peserta aksi yang mengaku koordinator relawan donor darah di PMI Kota Semarang, Yoga Abadi menuding, Awal Prasetyo selaku Ketua PMI Kota Semarang telah menerapkan aturan yang tidak sesuai dengan regulasi yang ada.
“Pak Awal kemarin menghilangkan fasilitas, tidak ada kaos, tidak ada piagam, atau penghargaan yang dinyatakan secara riil,” ujarnya kepada sejumlah awak media, Kamis (16/3/2023).
Menurutnya, relawan sudah merasa melakukan yang terbaik untuk PMI tanpa memandang uang, baik dengan PMI, maupun dengan siapapun juga. Namun, katanya, Awal Prasetyo selaku pemimpin PMI Kota Semarang berlaku semena-mena.
“Dia (Awal Prasetyo) merasa bisa memerintah kami. Dia merasa bisa marah-marah kepada kami. Memangnya kalian sudah tahu seperti apa pendonor di Kota Semarang?,” ujarnya.
“Pendonor di Kota Semarang memang unik, pendonor-pendonor pemula butuh yang namanya kaos, ucapan terima kasih atau souvernir, tapi sama beliau dihilangkan pada waktu itu,” bebernya.
Pihaknya juga mempersoalkan kalender yang biasa diterima para pendonir aktif di UDD PMI Kota Semarang, “Terus ketika ditanyakan tentang kalender akhir tahun, lalu dikatakan ayo di depan audiens ngomong saya berani iuran Rp 10 juta. Anda mau berani iuran berapa?,” jelasnya.
“Itu seorang pemimpin gelarnya doktor, mohon maaf tapi etika tidak kelihatan di depan umum,” tudingnya.
“Kami merasa sedih karena beliau mengatakan darah di PMI Kota Semarang tetap dibuang, lah kami donor buat apa kalau dibuang buang. Saya tidak tahu urusan di dalam PMI Kota Semarang seperti apa, tapi yang jelas kalimat itu membuat kami sebagai sukarelawan keberatan,” tukasnya.
Menurut Kepala Bidang Kemitraan PMI Kota Semarang, Edy Waluyo, ada komunikasi yang tidak tuntas dalam memahami kebijakan tersebut.
“Masalahnya hanya karena ada sekat komunikasi yang belum terurai. Semoga nanti dengan mediasi dari dprd bisa lebih mengurai dan ada pemahaman,” ujarnya.
Terkait dengan pembatasan pendonor darah, Edy menerangakan hal itu baru sebatas paparan Ketua PMI berdasarkan jurnal dan literasi lain terkait kualitas pendonor darah.
“Jadi belum ada policy dari PMI Kota Semarang untuk membatasi pendonor darah seperti yang diungkapkan mereka (demonstran),” ungkapnya.
Sementara, Sekretaris PMI Kota Semarang, Ratna Ning Dyah membantah tuduhan para demonstran. Menurut Ratna, pihaknya sudah berjalan sesuai dengan rel organisasi kepalangmerahan.
Ia tegaskan, wewenang mundur ketua dan pengurus berada dalam Musyawarah Kota (Muskot) yang diadakan 5 tahun sekali. Ketua dipilih dalam forum persidangan muskot dan membentuk tim formatur
Ia juga menegaskan, pengurus PMI bukanlah karyawan yang menerima gaji tetap setiap bulan. Namun berstatus sebagai relawan dengan dukungan uang pengganti jika berkenan menerima.
“Pengurus PMI adalah relawan, bukan karyawan sehingga tidak ada gaji, namun mendapat uang pengganti transport dan komunikasi sebesar Rp1 Juta per bulan. Semua pengurus sama,” urainya.
“Sebenarnya kami ini sudah mengacu regulasi PMI, terkait dengan po (peraturan organisasi) dan lain-lain, dan kami juga sudah koordinasi dengan PMI provinsi,” tuturnya.
Terkait tidak adanya pemberian kalender bagi pendonor darah aktif pada tahun 2023. Pihaknya mengira pengadaan itu tidak dibutuhkan lagi. Sebab, masyarakat di era digital ini sudah mengandalkan gawai untuk pengingat waktu.
Kendati demikian, pengadaan kalender telah masuk pada rencana anggaran belanja (RAB) PMI Kota Semarang tahun 2023 ini.
“Saya juga heran karena itu sudah di RAB kita sudah ada, dan yang menyusun RAB ini juga dari mereka. Anggaran kalender 2022 memang ditiadakan karena pengurus berfikir sudah era digital tapi untuk RAB 2023 sudah dikembalikan,” pungkasnya. (*)
Penulis: Ahmad Rifqi Hidayat
Editor: Ahmad Rifqi Hidayat