Guru Enggan Disiplinkan Karena Takut Ancaman Pidana, Penyebab Anak Didik Tidak Terkontrol

Ketua Dewan Pendidikan Kota Semarang, Dr. Drs. Budiyanto, SH, MHum dalam Halal bi Halal DPKS dengan pemangku pendidikan seperti komite sekolah, kepala sekolah di SMAN 2 Semarang pada Rabu (7/5/2025). Foto: dokumentasi
Ketua Dewan Pendidikan Kota Semarang, Dr. Drs. Budiyanto, SH, MHum dalam Halal bi Halal DPKS dengan pemangku pendidikan seperti komite sekolah, kepala sekolah di SMAN 2 Semarang pada Rabu (7/5/2025). Foto: dokumentasi

Lingkar.co – Dewan Pendidikan Kota Semarang (DPKS) menyoroti berbagai persoalan dalam dunia pendidikan Indonesia, utamanya peran guru dalam mendidik dibayangi oleh adanya ancaman pidana.

Menurut Ketua DPKS, Dr. Drs. Budiyanto, SH, MHum, banyaknya peraturan yang terlalu mengekang guru membuat anak didik tidak terkontrol moral, karakter, dan perilakunya.

“Kualitas pendidikan menurun karena keengganan guru untuk serius mendidik. Hal ini tak lepas dari aturan-aturan yang menjerat guru supaya tidak bisa tegas terhadap anak didik,” kata dia dalam Halal bi Halal DPKS dengan pemangku pendidikan seperti komite sekolah, kepala sekolah di SMAN 2 Semarang pada Rabu (7/5/2025).

Budiyanto menyontohkan, misalnya ada murid nakal sedangkan guru wajib mendisiplinkan. Tapi ketika guru sudah mendisiplinkan, dia terkena pasal kekerasan sehingga mendapat hukuman dari aparat.

“Belum lagi jika orang tua murid tidak terima. Guru bisa dilaporkan ke aparat hukum. Hal ini mengakibatkan guru enggan mengajar dengan serius sehingga tak ada pembentukan karakter atau moral,” jelasnya.

Berikutnya, menurut Budiyanto, masalah perkembangan internet dan teknologi atau IT yang jika disalah gunakan akan merusak moral dan bahkan mental generasi muda Indonesia.

“Semarang harus bebas gangster, bebas kreak, bebas free sex. Karena saya lihat anak-anak SD sudah nonton film porno. Seandainya kita kenal dengan podusen gadget, kita bisa minta aplikasi yang mengarahkan ke hal negatif harus ditiadakan,” ungkapnya

Untuk itu, Budiyanto mengingatkan agar guru tetap serius dalam mendidik anak, tidak sebatas mengajar atau transfer pengetahuan. Guru juga harus berkoordinasi dengan orang tua siswa karena adanya peraturan yang mengekang guru.

Kemudian, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi (Saintek) UIN Walisongo Semarang, Prof Dr Musahadi menegaskan, jika seorang guru gagal dalam menjalankan tugas mendidik, maka taruhannya adalah masa depan bangsa.

“Kalau njenengan (Guru) gagal dalam menjalankan misi. Maka taruhannya adalah generasi masa depan bangsa,” tuturnya.

Ketua Dewan Pendidikan Kota Semarang, Dr. Drs. Budiyanto, SH, MHum dalam Halal bi Halal DPKS dengan pemangku pendidikan seperti komite sekolah, kepala sekolah di SMAN 2 Semarang pada Rabu (7/5/2025). Foto: dokumentasi
Ketua Dewan Pendidikan Kota Semarang, Dr. Drs. Budiyanto, SH, MHum dalam Halal bi Halal DPKS dengan pemangku pendidikan seperti komite sekolah, kepala sekolah di SMAN 2 Semarang pada Rabu (7/5/2025). Foto: dokumentasi

Oleh sebab itu, Musahadi mengatakan bahwa seharusnya para guru sabar dan bersykurr dengan apa yang dia hadapi.

“Jadi guru harus banyak bersyukur. Kita memiliki tantangan luar biasa dalam dunia pendidikan karena generasi muda semakin dinamis,” ungkapnya.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, Bambang Pramushinto mengatakan, jangan sampai anak didik kita terlantar karena tak mendapatkan selembar dokumen (ijazah).

“Karena sejatinya pendidikan bukanlah masalah nilai atau ijazah, tapi pembangunan karakter,” begitu yang disampaikannya.

Lalu di akhir, Wakil Wali Kota Semarang, Iswar Aminuddin menjelaskan bahwa karakter bangsa Indonesia jadi modal besar untuk menyambut bonus demografi tahun 2030 sampai 2045 yang digadang-gadang akan menjadi generasi emas.

“2045 ini diprediksi Indonesia akan jadi 5 negara kuat secara ekonomi. Kekuatan kita ada pada karakter kita sebagai bangsa. Beberapa karakter unggul yang kita miliki antara lain adalah unggah-ungguh sopan santun menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang muda, saling berkunjung untuk mempererat persaudaraan, toleran terhadap perbedaan serta pekerja keras,” ujarnya.