Untuk itu ia minta identitas santri sebagai orang sakti itu harus terus dipertahankan dengan melestarikan pencak silat yang saat ini diwadahi oleh Pagar Nusa, dengan status sebagai badan otonom resmi jam’iyyah (organisasi) Nahdlatul Ulama.
“Santri itu identik sakti. Itu dijaga melalui tradisi Pencak Silat. Maka sudah sepatutnya Pagar Nusa ada di setiap pesantren. Agar jangan sampai santri meninggalkan pencak silat,” tuturnya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Batang ini mengungkapkan, pencak silat Pagar Nusa adalah pelajaran wajib di pesantren yang ia dirikan tahun 2005 itu. Masuk dalam kurikulum yang diikuti seluruh santri. Bukan sekedar kegiatan ekstra kurikuler.
“Di pesantren Darul Ulum ini, pencak silat Pagar Nusa adalah pelajaran wajib dalam pelajaran olahraga. Bukan kegiatan ekskul. Ibaratnya, Pagar Nusa itu permasiruri, bukan istri siri,” tuturnya dengan nada canda, yang disahut tawa riuh hadirin.
Untuk itu dirinya berharap, Pagar Nusa Jawa Tengah, dan khususnya Pagar Nusa Batang, harus benar-benar serius membina para santrinya agar menjadi pesilat yang tangguh, yang sakti sekaligus berprestasi.
“Harap gladi para santri kami secara sungguh-sungguh. Lakukan pengisian ruhani dan jasmani mereka. Saya sendiri juga waktu muda dulu nyantri di Kyai Sahal Mahfud, sering sembunyi-sembunyi mencari ilmu hikmah,” ucapnya.
Dia sampaikan, idola kesaktian santri adalah Gus Maksum (KH Ma’shum Jauhari, Kediri). Sampai kini, kata Kyai Iroqi, belum ada sosok sakti yang seperti Gus Maksum. Maka Pagar Nusa perlu menggladi para pendekar agar bisa melahirkan sosok sakti seperti sang pendiri Pagar Nusa tersebut.
Penulis: Ahmad Rifqi Hidayat