Lingkar.co – Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Semarang, Dr. dr. Awal Prasetyo,. M.Kes,. Sp.THT-KL MM(ARS) mengatakan, forest therapy yang dilakukan PMI Kota Semarang bekerja sama dengan Childfun Internasional Indonesia bukan satu-satunya solusi untuk mengatasi kenakalan anak dan remaja. Untuk itu, dirinya meminta agar masyarakat menekankan pendidikan karakter dan penguatan kesehatan mental berbasis keluarga.
“Penguatan kesehatan mental berbasis keluarga untuk Menurunkan agresivitas dan kenakalan anak dan remaja yang utama,” kata Awal saat dikonfirmasi Lingkar.co pada Jumat (6/6/2025).
Menurut dia, keluarga menjadi lingkungan pertama dalam membentuk karakter dan menjadikan anak sehat, baik secara fisik maupun mental.
“Keluarga memiliki peran fundamental dalam membentuk kesehatan mental anak dan remaja, yang pada gilirannya sangat memengaruhi tingkat agresivitas dan kenakalan mereka. Pendekatan berbasis keluarga adalah strategi yang efektif untuk mengatasi masalah ini karena keluarga adalah lingkungan pertama dan utama tempat anak belajar nilai-nilai, keterampilan sosial, dan cara mengelola emosi.,” urainya.
Awal bilang, peran keluarga dalam memberikan kesehatan mental anak melibatkan beberapa aspek penting. Antara lain; pola asuh positif. “Orang tua yang menerapkan pola asuh yang hangat, responsif, dan konsisten cenderung memiliki anak dengan kesehatan mental yang lebih baik. Ini termasuk memberikan dukungan emosional, menetapkan batasan yang jelas, dan mengajarkan penyelesaian masalah,” urainya.
Kedua, lanjutnya, komunikasi terbuka. Yakni membangun saluran komunikasi yang jujur dan terbuka di dalam keluarga. Dengan demikian memungkinkan anak dan remaja untuk mengungkapkan perasaan, kekhawatiran, dan pengalaman mereka tanpa takut dihakimi. “Ini membantu mereka mengelola stres dan mencegah emosi negatif terpendam yang bisa memicu perilaku agresif,” jelasnya.
Ketiga, kata dia, lingkungan yang stabil dan aman. Menurutnya, keluarga yang menyediakan lingkungan yang stabil, aman, dan penuh kasih sayang membantu mengurangi tingkat stres pada anak, yang merupakan faktor risiko untuk masalah perilaku.
“Pemecahan konflik yang sehat. Mengajarkan dan mempraktikkan cara-cara sehat dalam menyelesaikan konflik dalam keluarga dapat memberikan contoh positif bagi anak tentang bagaimana menghadapi perbedaan pendapat tanpa kekerasan atau agresi,” tandasnya.
Selain itu, ia juga mengingatkan agar orang tua melakukan identifikasi dini masalah kesehatan mental. “Keluarga yang peka terhadap perubahan perilaku atau suasana hati anak dapat membantu dalam mengidentifikasi masalah kesehatan mental sejak dini. Intervensi awal sangat krusial untuk mencegah masalah menjadi lebih parah,” paparnya.
Diwartakan sebelumnya, PMI Kota Semarang mengadakan kegiatan forest therapy bagi anak-anak sekolah yang mengalami permasalahan kesehatan mental. Kegiatan yang dilaksanakan secara bertahap bekerja sama dengan Childfun Internasional ini masih berlangsung hingga akhir Juni.
Kegiatan forest therapy PMI Kota Semarang dimulai dengan screening peserta. Para tenaga ahli terapi melakukan asesmen terhadap peserta didik di sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP), serta sekolah menengah atas (SMA) atau yang sederajat. Para siswa harus melalui rangkaian seleksi tertulis maupun wawancara untuk diketahui permasalahan yang dihadapi.
Kemudian, PMI membagi dalam kategori jenjang pendidikan dan permasalahan untuk mengikuti program forest therapy yang dilaksanakan di hutan Wonosari Ngaliyan, Kota Semarang, Jawa Tengah. Setiap sesi forest therapy diikuti oleh anak tanpa membawa gadget atau seluler. Mereka dibawa ke dalam suasana hutan yang menentramkan dan mendapat bimbingan dari tenaga ahli (terapis). Ada ada 3 kategori gangguan psikologis, yaitu kecanduan gadget/adiksi media sosial, trauma, dan kesehatan mental lainnya.

Strategi Penguatan Kesehatan Mental Berbasis Keluarga
Awal kemudian menjelaskan beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk memperkuat kesehatan mental berbasis keluarga guna menurunkan agresivitas dan kenakalan anak dan remaja. Antara lain:
- Edukasi orang tua. Yaitu program-program edukasi yang mengajarkan keterampilan pengasuhan positif, manajemen emosi, dan strategi komunikasi efektif kepada orang tua.
- Terapi keluarga. Yaitu terapi ini melibatkan seluruh anggota keluarga untuk mengatasi dinamika yang tidak sehat, meningkatkan komunikasi, dan menyelesaikan konflik yang berkontribusi pada masalah perilaku anak.
- Program dukungan sosial. Yakni membangun jaringan dukungan bagi keluarga, baik melalui kelompok sebaya atau lembaga komunitas, dapat memberikan sumber daya dan bantuan praktis saat dibutuhkan.
- Pengembangan keterampilan anak dan remaja. Yakni mendorong anak dan remaja untuk mengembangkan keterampilan sosial-emosional seperti empati, regulasi emosi, dan pemecahan masalah melalui kegiatan di rumah dan sekolah.
- Pendekatan holistik. Yaitu orang tua mengintegrasikan upaya penguatan kesehatan mental keluarga dengan layanan kesehatan, pendidikan, dan sosial untuk menciptakan sistem dukungan yang komprehensif.”Dengan memprioritaskan penguatan kesehatan mental berbasis keluarga, kita dapat menciptakan generasi anak dan remaja yang lebih tangguh secara emosional, mengurangi insiden agresivitas dan kenakalan, serta membangun masyarakat yang lebih harmonis,” jelasnya. (*)