Berita  

Kasus Korupsi Proyek Fiktif Waskita Karya, PSI Minta Kejaksaan Sita Aset Pribadi Para Koruptornya

DPP PSI berfoto bersama dalam sebuah kesempatan. Foto: dokumentasi
DPP PSI berfoto bersama dalam sebuah kesempatan. Foto: dokumentasi

Lingkar.co – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) minta agar pemerintah memyita aset pribadi koruptor.

PSI menilai semua yang terlibat harus diproses tanpa tebang pilih. Pernyataan tersebut menyusul naiknya status Direktur Utama Waskita Karya, Destiawan Soewardijono, serta beberapa pihak sebagai tersangka penyimpangan dana untuk proyek fiktif.

“Memang ini melukai perasaan kita, Waskita Karya yang sedang dalam proses transformasi perusahaan, artinya sedang melakukan restrukturisasi keuangan dan organisasinya sejak 2 tahun lalu, sekarang malah terperosok dalam kasus korupsi yang berjamaah,” kata Ketua DPP PSI, Andre Vincent Wenas kepada Lingkar.co, Senin, (1/5/2023).

“Dirutnya yang seharusnya memimpin transformasi untuk menjadikan perusahaan lebih baik malah terlibat korupsi, bagaimana ini?” sambungnya mempertanyakan.

Lebih lanjut, Juru Bicara Bidang Ekonomi DPP PSI ini menyebut beberapa Bank yang yang menyetujui pendanaan (financing) program restrukturisasi tersebut.

“Sewaktu program restrukturisasi dimulai waktu itu ada beberapa bank yang setuju dengan pendanaan (financing) untuk restrukturisasi. Tercatat ada Bank BNI sebagai leading banknya, lalu Bank Mandiri, Bank BRI, Bank Jabar, Bank BTPN dan Bank DKI,” katanya lebih lanjut.

Ia pun membeberkan kasus PT Waskita Karya, antara lain berupa penyimpangan atau penyelewengan dana perusahaan (PT Waskita Beton Precast) di tahun 2016-2020. 

Selanjutnya, mencairkan dana Supply Chain Financing (SCF) dengan menggunakan dokumen-dokumen pendukung palsu untuk mencairkan dana dari bank-bank kreditur demi membayar utang perusahaan pada proyek-proyek fiktif. 

“Dirut Destiawan adalah pihak yang menyetujui dan memerintahkan pencairan dana itu,” ungkapnya.

Menurut pihak Kejaksaan, lanjutnya, ini melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

“Kerugian negara diperkirakan sekitar Rp2,5 triliun lebih, lalu telah disita uang sejumlah Rp96,9 miliar lebih, juga beberapa bidang tanah,” paparnya.

Menurutnya, uang sitaan tersebut tidak mampu menutup kerugian negara. Oleh karena itu, pihaknya meminta agar menyita aset pribadi Dirut Destiyawan dan pihak lain yang terlibat. 

“Ini tidak akan cukup untuk menutupi kerugian negara. Kejaksaan perlu mengejar sampai harta pribadi dan pihak terkait untuk dimasukan ke dalam dakwaan. Telusuri aliran dana, semua yang terlibat dan sudah jadi tersangka, semua diproses,” Ketua DPP PSI itu menegaskan.

PSI meminta agar tidak ada tebang pilih dalam penyelesaian kasus korupsi, termasuk yang saat ini menimpa pada PT Waskita Karya.

“Jangan tebang pilih, pendanaan untuk suatu proyek fiktif kok bisa cair duitnya? Lalu sejauh mana fungsi pengawasan itu, misalnya dari Komite Investasi serta Dewan Komisaris dilakukan selama ini. Perusahaan (Waskita) yang lagi dililit masalah, lalu mau direstrukturisasi atau ditransformasi malah jadi sumber bancakan berjamaah,” tukasnya.

“Ini sangat mengecewakan, maka usut tuntas semua yang terlibat, proses hukum seadil-adilnya, supaya jadi pelajaran bagi semua, jangan sampai terjadi lagi dimasa depan,” pungkasnya. (*)

Penulis: Ahmad Rifqi Hidayat

Editor: Ahmad Rifqi Hidayat