Langganan Terendam Air di Musim Hujan, Banyak Warga Butuh Bantuan RTLH

Kondisi teras rumah Ngatini, warga Jl Purwosari, Tambakrejo Gayamsari Kota Semarang saat dikunjungi oleh tim LPBINU Kota Semarang, Rabu (5/11/2025). Siang. Foto: Rifqi/Lingkar.co
Kondisi teras rumah Ngatini, warga Jl Purwosari, Tambakrejo Gayamsari Kota Semarang saat dikunjungi oleh tim LPBINU Kota Semarang, Rabu (5/11/2025). Siang. Foto: Rifqi/Lingkar.co

Lingkar.co – Ketua RT 7 RW 1 Kelurahan Tambakrejo, Nur Chadlir mengatakan, ada 50 KK atau sekitar 50 jiwa yang terdampak banjir. Pada umumnya rumah terendam air meski sudah dibangun lebih tinggi. Namun demikian ada juga beberapa rumah warga kelurahan Tambakrejo yang tidak mampu meninggikan meski tiap tahun langganan kemasukan air. Mereka mestinya mendapatkan bantuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH).

“Jenis kerusakan jelas kalau yang kemasukan banjir pastinya prabotan terutama yang rawan air. Cuma ada beberapa rumah yang kurang layak dan perlu dapat sumbangan bedah rumah pastinya,” ungkapnya saat ditemui di pengobatan gratis NU Peduli yang digelar LPBINU Kota Semarang di serambi Masjid Besar Terboyo, Kelurahan Tambakrejo Gayamsari, Kota Semarang, Rabu (5/11/2025) siang.

Ia menilai, kebijakan Pemerintah terkait tol tepi laut yang dijadikan pagar atau Giant Sea Wall harus memperhatikan kondisi sekitar. Proyek nasional tersebut menjadi hambatan air untuk ke laut, sementara air juga tidak bisa ke sungai Banjir Kanal Timur (BKT) yang lebih tinggi dari permukiman warga.

“Sebetulnya sudah ada peningkatan semasa Pak Hendi jadi Wali Kota Semarang, ada langkah-langkah konkrit seperti tambahan pompa, pengerukan tanah atau lumpur di sepanjang sungai Banjir Kanal Timur, tapi ini kembali berulang banjir yang lebih parah, yang biasanya 2 sampai 4 hari sudah surut, malah sekarang seminggu lebih

Misalnya rumah milik Ngatini (62) yang hidup sendiri setelah anak-anaknya sudah memiliki keluarga sendiri. Ia setiap hari bekerja mengupas kulit udang di usaha rumah tangga atau home industry tetangganya. Ia hidup di dalam rumah yang rendah dari jalan kampung.

Hal sama dialamai juga oleh Nur Cholis (54) warga Purwosari RT 1 RW 4 Tambakrejo. Ia bersama istri dan 3 anak harus merasakan air masuk setiap kali ada hujan deras. Anak perempuan pertamanya hanya lulusan SD akan tetapi sekarang sudah kerja di Alfamart, sedangkan anak perempuan kedua baru lulus SD dan tidak melanjutkan sekolah lanjutan lantaran terkendala biaya, satu adiknya masih TK Besar.

Chadlir melanjutkan, di area dekat Masjid Besar Terboyo ada juga rumah milikSupri warga RT 7 RW 1 Tambakrejo, rumah Kholifah RT 7 RW 1 Tambakrejo, dan juga rumah Slamet Riyadi yang setiap tahun pasti diterjang banjir.

Ia berkata, Supri (38) menghidupi istrinya dari kerja petugas parkir di depan Roket Chicken Jl. Kaligawe Raya, Tambakrejo, sedangkan Kholifah seorang janda lansia berusia 74 tahun,”Janda tidak bekerja hanya dapat bantuan sokongan makan dari anak atau sedulurnya,” urainya.

Sementara Slamet Riyadi (53) saat ini tidak bekerja, hanya membantu istrinya berjualan mie ayam di rumah,” Itu semua wargaku, Jalan Masjid Terboyo RT 7 RW 1 Kelurahan Tambakrejo. Sertifikat rumah jelas sudah HM semua, tapi untuk Slamet Riyadi belum dipecah bagi waris,” papanya.

Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU) Kota Semarang, dr. Muhammad Hayyi Wildani berharap kondisi warga sekitarnya bisa mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah.

“Saya kan bukan hanya ketua LPBINU Kota Semarang, tapi juga warga sini, Tambakrejo yang langganan banjir,” katanya.

“Kami harap pemerintah bisa bekerja sama dengan kelompok masyarakat seperti LPBINU ini dalam mengurai persoalan dan mencari solusi bersama persoalan permukiman di sini,” harapnya. (*)

Penulis: Ahmad Rifqi Hidayat