PATI, Lingkar.co – Perkembangan batik Bakaran sejauh ini sudah sangat pesat. Bahkan dalam pemasarannya sudah masuk sampai skala ekspor. Namun, jarang sekali masyakarat yang mengetahui sejarah awal mula lahirnya batik Bakaran.
Oleh karena itu, tim lingkar.co berusaha menelusuri sejarah lahirnya batik Bakaran. Hingga akhirnya bertemu dengan Kepala Desa Bakaran Wetan, Wahyu Supriyo.
Wahyu Supriyo menceritakan, bahwa batik Bakaran awalnya dulu dipelopori oleh salah satu tokoh majapahit.
Baca juga:
Antisapasi Pemudik Nekat, Perketat Operasi Penyekatan Mudik Hingga Desa
Ia di kenal dengan Mbah Nyai Ageng Shobiroh. Konon ceritanya, Mbah Shobiroh merupakan juru kunci tempat pusaka Majapahit.
Selain itu ia juga memiliki tugas untuk membatik dan menyiapkan seragam bagi para prajurit Majapahit.
Suatu hari, Mbah Shobiroh sampai di daerah yang sekarang menjadi desa Bakaran itu pada waktu akhir-akhir keruntuhan Majapahit. Kala itu kerajaan Majapahit runtuh setelah mendapat serangan dari kerajaan Demak.
Baca juga:
53 Awak Kapal KRI Nanggala-402 Gugur, Menteri Agama Ajak Umat Gelar Salat Ghaib
Mbah Sobiroh Dirikan Langgar Sebagai Tempat Persembunyian
“Mbah Shobiroh sampai disini dengan beberapa saudaranya yang babat Desa Dukutalit itu kakaknya. Dan yang babat di bakaran kulon adiknya. Jumlahnya 4 orang, tapi yang satu meninggal di tengah jalan,” paparnya.
Setelah sampai di sini Mbah Shobiroh mendirikan langgar yang tujuannya ia jadikan tempat persembunyian.
Mbah Shobiroh menurut para sesepuh dulu merupakan yang membabat alas Bakaran Wetan dengan cara membakar, sehingga dikenal dengan Desa Bakaran.
Baca juga:
Usulkan Kenaikan Pangkat 53 Prajurit KRI Nanggala yang Gugur
Kemudian ia di Bakaran meneruskan untuk mengembangkan batik. “Makanya bakaran wetan terkenal batik itu karena turun temurun dari mbah nyai shobiroh,” ujarnya.
Menurut Wahyu dulu Mbah Nyai Shobiroh hanya mengembangkan motif-matif klasik seperti motif Gandrung.
Namun sekarang sudah mulai mengembangkannya dengan berbagai macam motif, seperti motif bunga, hewan hingga tokoh pewayangan.
Baca juga:
Panglima TNI: Seluruh Awak Kapal KRI Nanggala-402 Gugur
Lakukan Ritual Sebelum Membuat Motif Batik
Bahkan dulu, sebelum membuat motif para pengrajin terlebih dahulu melaksanakan ritual bertapa.
Hal ini mereka lakukan agar mendapatkan motif yang terbaik. Menurutnya setiap motif yang mereka buat, di setiap titiknya memliki makna filosofi tersendiri.
Tapi berkembangnya zaman yang memang semakin modern, hal-hal semacam itu mulai sedikit ditinggalkan.
Baca juga:
Namun ada juga pengrajin yang sampai sekarang melakukan ritual terlebih dahulu untuk mencari petunjuk sebelum membuat motif pesanan tertentu.
Wahyu menambahkan, bahwa tempat yang berada di sekitar balai desa tersebut bukan makam. Namun, hanya petilasan Mbah Shobiroh berupa sumur.
Menurutnya, Mbah Shobiroh dulu melakukan moksa, sehingga hingga kini tidak di temukan makamnya.
Baca juga:
Film Inuk : Sosialisasikan Kaleng Infaq lewat Film
“Di sini ramai orang nyekar setiap malam jumat. Minta berwasilah atau doa restu, karena beliau dianggap orang tua kita. Maka setiap aktifitas yang warga lakukan sering kali meminta doa restu kepada orang tua,” tandasnya. (lam/luh)