Lingkar.co – Plt Ketum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Mardiono dinilai melanggar aturan AD/ART dengan menduduki jabatan sebagai Plt terlalu lama, yakni sejak 2022. Selain itu, Mardiono juga mengabaikan majelis kehormatan, syariah, majelis pakar dan majelis pertimbangan DPP PPP.
Hal itu diungkapkan dalam bentuk pernyataan sikap dan rekomendasi yang dibacakan oleh Sekretaris Majelis Syariah DPP PPP, KH Fadholan Musyafa dalam forum Silaturahmi Nasional (SILATNAS) Ulama’il Ka’bah ke-1 yang digelar di Pondok Pesantren (Ponpes) KHAS Kempek, Cirebon, Jawa Barat, Senin (8/9/2025).
Untuk itu, ulama PPP meminta agar Mardiono berbesar hati tidak maju dalam Muktamar X PPP tahun 2025, “Para Pimpinan Majelis DPP PPP, para Ulama dan Para Kiai dari seluruh Indonesia meminta dengan hormat kepada Sdr. H.M. Mardiono untuk berbesar hati agar tidak mencalonkan diri sebagai Ketua Umum pada Muktamar X tahun 2025,” ucap Fadlolan membacakan rekomendasi
Bahkan, hasil Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama PPP juga menyerukan semua komponen DPP, DPW, dan DPC PPP se-Indonesia untuk tidak lagi mengusung Muhamad Mardiono dalam bursa pencalonan Ketua Umum pada Muktamar X tahun 2025.
“Para Pimpinan Majelis DPP PPP, para Ulama dan Para Kyai dari seluruh Indonesia menyerukan kesadaran kolektif kepada seluruh komponen DPP, DPW dan DPC PPP se-Indonesia untuk tidak lagi mengusung Sdr. H.M. Mardiono dalam bursa pencalonan Ketua Umum PPP pada Muktamar X tahun 2025,” tandasnya.
Dijelaskan, hasil Munas ulama PPP didasari lantaran kegagalan Mardiono selaku Plt Ketum PPP pada Pemilu 2024 hingga tidak lolos ambang batas 4%.
Kegagalan Mardiono, menurut hasil Munas, sebab tidak dibentuk lajnah penetapan caleg (LPC) tapi seluruh penetapan caleg ditetapkan secara sepihak oleh Mardiono sebagai Plt Ketum.
Mardiono juga dituding bertindak dengan kemauan dirinya sendiri, tidak menghiraukan saran tertulis dari majelis DPP sebanyak 4 kali terkait pencalegan, gugatan pilpres dan percepatan Muktamar.
Munas Ulama PPP juga menganggap saran seluruh majelis untuk menjaga solidaritas organisasi agar muktamar berjalan dengan baik tidak dihiraukan. Hal itu terbukti dengan adanya 4 Muswilub.
Dalam rekomendasi selanjutnya, Fadlolan juga membacakan permintaan para kiai agar PPP membuka diri terkait pencalonan dalam muktamar agar tokoh terbaik bangsa (dari internal maupun eksternal) yang siap berjuang bisa diterima.
Namun demikian, poin tentang mengubah AD/ART juga memberikan syarat bahwa caketum terbuka dengan ketentuan sudah punya pengalaman di puncak kepemimpinan nasional, baik dalam lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Juga punya pemahaman keagamaan yang baik.
Rekomendasi selanjutnya, Muktamar memilih Majelis A’la dengan jumlah maksimal 17 orang. Ditegaskan pula bahwa Majlis A’la berwenang memilih Ketum, maupun ketua majelis yang ada di DPP PPP. (*)
Penulis: Ahmad Rifqi Hidayat