Lingkar.co – Memasuki musim kemarau tahun ini, para petani tembakau di Kabupaten Rembang menghadapi tantangan yang tidak biasa. Alih-alih cuaca kering, curah hujan masih tinggi hingga pertengahan Juni, sehingga menghambat pertumbuhan tanaman tembakau, terutama yang ditanam di lahan sawah.
Plt Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Pangan (Dintanpan) Kabupaten Rembang, Fajar Riza Dwi Sasongko, menjelaskan bahwa penanaman tembakau sudah dimulai sejak Maret. Saat ini, sekitar 70 persen dari total luas tanam sekitar 10.000 hektare telah ditanami, dengan 9.000 hektare dikelola melalui kemitraan dan sisanya 1.000 hektare non-kemitraan. Namun, hanya sekitar 30 persen tanaman yang tumbuh optimal.
“Yang banyak gagal ini tembakau yang ditanam di sawah. Karena sistem pembuangan airnya rata-rata belum bagus, jadi saat turun hujan deras, air tergenang cukup lama,” ujarnya, Senin (23/6/2025).
Fajar menambahkan, genangan air di lahan sawah bisa menjadi ancaman serius bagi pertumbuhan tembakau.
“Air jadi ngecembong (tergenang), sehingga mengakibatkan pertumbuhan tembakau terhambat. Kalau air lama menggenang dua sampai tiga hari, bisa membuat tanaman menjadi layu,” jelasnya.
Menurut BMKG, kemarau basah ini diperkirakan berlangsung hingga Agustus bahkan berpotensi berlanjut sampai akhir tahun. Oleh karena itu, Dinas Pertanian dan Pangan terus mengimbau petani untuk waspada dan menyesuaikan strategi budidaya.
“Kami memberikan informasi kepada petani bahwa musim kemarau ini cenderung basah. Mereka perlu mengantisipasi jika tetap ingin menanam tembakau,” tegas Fajar.
Sebagai dukungan, pemerintah menyalurkan bantuan sarana produksi (saprodi) dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), antara lain pupuk ZA 150.300 kg, ZK 32.800 kg, ZPT 16 liter/kg, NPK rendah klor 5.000 kg, pupuk organik 8.450 kg, serta SP26 sebanyak 40 ton. Bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan) juga disalurkan, seperti mesin rajang (7 unit), para-para (750 buah), motor roda tiga (6 unit), timbangan digital (7 unit), dan unit pengolahan hasil (1 unit). Pemerintah juga menggelar pelatihan budidaya tembakau dan penggunaan pupuk organik sebanyak tiga kali.
“Kalau alsintan dari pemerintah provinsi sudah diserahkan, tapi yang dari Pemkab masih dalam proses pengadaan,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya pengolahan lahan yang baik agar air hujan dapat cepat terbuang dan tidak menggenangi tanaman.
“Kalau pengolahan lahan dilakukan dengan baik, saat hujan lebat, air bisa cepat terbuang, sehingga tidak menggenangi tanaman,” pungkasnya.
Selain itu, Dintanpan mengingatkan petani agar waspada terhadap cuaca ekstrem. Baru-baru ini, seorang petani dari Desa Kedungasem, Kecamatan Sumber, dilaporkan meninggal dunia akibat tersambar petir saat mengolah lahan. (*)