Pansus Hak Angket DPRD Pati Undang Ahli, Bivitri Soroti Cacat Hukum Mutasi Pegawai

Rapat Pansus DPRD Pati, Senin (25/8/2025). Foto: Miftah/Lingkar.co

Lingkar.co – Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD Kabupaten Pati terus memperdalam kajian atas temuan-temuan yang diperoleh. Kali ini, dua ahli hukum tata negara, yakni Bivitri Susanti dan Junaidi, dihadirkan untuk memberikan pandangan serta penilaian terhadap langkah-langkah yang sudah ditempuh Pansus.

Ketua Pansus Hak Angket DPRD Pati, Teguh Bandang Waluyo, menegaskan bahwa kehadiran para pakar sangat penting agar setiap tahapan yang dijalani berjalan sesuai aturan hukum.

“Kami mengundang para pakar dan ahli di bidang Tata Negara untuk memberikan penilaian terkait tahapan-tahapan yang telah kami jalani dalam Pansus ini. Kami ingin memastikan apakah langkah-langkah tersebut sudah tepat atau ada yang perlu diperbaiki,” ujar Teguh, Senin (25/8/2025).

Ia menjelaskan, sejumlah temuan dan data yang diperoleh Pansus telah dikonsultasikan langsung dengan para ahli. Kehadiran pakar dari Jakarta ini sekaligus menjadi momen penting untuk menganalisis dinamika yang berkembang di internal Pansus.

Teguh berharap, hasil pembahasan bersama pakar bisa menjadi rujukan masyarakat dalam menilai objektivitas kerja Pansus.

“Kami percaya teman-teman semua, termasuk masyarakat, dapat melihat arah Pansus ini dan menentukan bagaimana langkah ke depannya. Kami juga mengajak masyarakat dan semua pihak untuk terus mengawal proses Pansus ini dengan serius,” jelasnya.

Menurut Teguh, hingga kini Pansus sudah membahas delapan dari total 12 poin fokus yang ditetapkan. Empat poin lainnya masih menunggu giliran untuk dikaji. Dalam waktu dekat, Pansus juga berencana memanggil Bupati Pati untuk dimintai keterangan.

Tanggapan Ahli Hukum Tata Negara

Dalam keterangannya, Bivitri Susanti menilai, sejauh ini langkah DPRD Pati sudah sesuai ketentuan Undang-Undang dan Pemerintahan Daerah. Namun, ia mengingatkan agar proses penyelidikan lebih mendetail dan berbasis pada landasan hukum yang kuat.

“Kami hanya ingin menggali informasi lebih dalam agar langkah yang diambil nanti tidak mudah ditolak oleh Mahkamah Agung. Untuk itu, saya membawa beberapa putusan lama sebagai referensi, guna mencegah adanya penolakan,” jelasnya.

Bivitri menekankan pentingnya menilai kemungkinan pelanggaran sumpah jabatan Bupati. Salah satunya terkait Peraturan Bupati tentang PBB P2, yang menurutnya harus dikaji dari aspek partisipasi publik.

“Aturan mengenai partisipasi masyarakat di Undang-Undang Pemerintahan Daerah jauh lebih rinci dibanding aturan pembentukan peraturan perundang-undangan. Ini bisa jadi dasar yang kuat,” tegasnya.

Selain itu, ia juga menyoroti persoalan mutasi dan demosi pegawai yang dianggap cacat hukum.

“Ada yang dilantik tanggal 8 Mei, tapi surat keputusan baru keluar tanggal 16 Mei. Bahkan ada yang sudah dilantik, tapi surat teknisnya belum diterbitkan. Hal-hal seperti ini bisa menjadi dasar penting ketika dibawa ke Mahkamah Agung,” tambahnya.

Mengenai rencana pemanggilan Bupati ke DPRD, Bivitri menilai langkah tersebut tepat, asalkan anggota dewan menyiapkan bukti kuat dan pertanyaan yang tajam.

“Kalau Bupati menjawab partisipasi sudah dilakukan, DPRD harus bisa menunjukkan fakta sebaliknya, misalnya prosesnya tertutup atau bahkan dilakukan di rumah pribadi,” ujarnya.

Lebih jauh, Bivitri menegaskan kasus dugaan korupsi yang tengah ditangani KPK terhadap Bupati tidak bisa serta-merta dikaitkan dengan hak angket karena peristiwa itu terjadi sebelum ia menjabat. Namun, kasus tersebut tetap bisa memperkuat argumen pemakzulan.

“Kalau nanti ada kasus pidana, tentu itu diproses terpisah. Tapi tetap bisa menjadi penguat argumen, sebagaimana kasus lain di mana pemakzulan atas dasar moral diperkuat dengan kasus pidana korupsi,” pungkasnya.

Selain pakar tata negara, Pansus juga akan menghadirkan ahli hukum pidana dan sejumlah pengacara, agar kajian yang dilakukan lebih komprehensif, termasuk menyentuh aspek dugaan tindak pidana. (*)