JAKARTA, Lingkar.co – Pemerintah minta masyarakat berperan aktif mengawal tarif tertinggi biaya pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) Covid-19.
Pemerintah juga memperkuat kolaborasi dengan berbagai unsur terkait, untuk memastikan penerapan biaya RT-PCR di seluruh wilayah Indonesia, sesuai aturan.
Langkah tersebut, sebagai tindaklanjut aturan ketentuan tarif acuan tertinggi biaya RT-PCR menjadi Rp495.000 Jawa-Bali dan Rp525.000 luar Jawa-Bali.
Ketentuan tersebut berlaku mulai 17 Agustus 2021 melalui Surat Edaran Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.02/I/2845/2021 Tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan Reserve Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).
“Penyesuaian ini untuk mempermudah akses masyarakat mendapatkan tes PCR. Semakin banyak yang melakukan tes, semakin cepat penularan virus dapat ditekan,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G.Plate.
“Sehingga, semakin optimal pula penanganan Covid-19. Jadi, ini dari kita, oleh kita, dan untuk perlindungan kita semua,” sambungnya.
Oleh karena itu, Menteri Johnny, mengimbau seluruh pihak untuk berkolaborasi bersama untuk mengaplikasikan aturan baru ini dengan baik.
Dia menjelaskan, pemerintah memahami dan membutuhkan kolaborasi semua pihak untuk memaksimalkan penanganan pandemi secara optimal.
“Pemerintah sebagai pengambil kebijakan tidak bisa bekerja sendirian,” ujarnya, dalam siaran pers dikutip Lingkar.co, Sabtu (21/8/2021).
Menteri Johnny, mengatakan pemerintah butuh kerja sama dari para pelaksana kebijakan, dalam hal ini fasyankes atau klinik yang menawarkan layanan tes PCR.
“Fungsi pengawasan secara bersama-sama, baik oleh pemerintah, aparat penegak hukum, maupun masyarakat,” tegas Menteri Johnny.
Baca Juga:
Covid Rangers Komitmen Sukseskan “Gedor Lakon”
PENGAWASAN SECARA KETAT
Pemerintah meminta seluruh Dinas Kesehatan Provinsi hingga Kabupaten/Kota mengawasi ketat implementasi kebijakan tersebut.
“Awai dengan ketat implementasinya, khususnya di fasilitas pelayanan kesehatan dan pemeriksa lain yang memberikan pelayanan pemeriksaan RT-PCR,” tegas Menteri Johnny.
Dinas Kesehatan berperan sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat serta bagian dari otonomi daerah, sehingga memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan dan pembinaan.
“Selain itu, pemerintah bermitra dengan Polri untuk memantau implementasi SE tersebut di setiap daerah,” ujarnya. Menteri Johnny, juga mengajak masyarakat untuk melaporkan setiap potensi pelanggaran yang terjadi di lapangan.
Dia berharap, SE penurunan batas tarif tertinggi RT-PCR dapat menjadi payung hukum yang kuat untuk menghadirkan kepastian bagi masyarakat.
“Lebih lanjut, kami harapkan partisipasi aktif masyarakat sebagai pengguna, untuk ikut mengawasi penerapan batas tarif harga PCR yang baru. Warga dapat melaporkan kepada aparat penegak hukum jika menemukan pelanggaran,” ujar Menteri Johnny.
Menurutnya, penetapan biaya untuk wilayah luar Jawa-Bali dengan memasukkan variabel transportasi.
“Pemerintah memastikan kebijakan ini telah melewati serangkaian kajian dan perhitungan yang matang, berdasarkan dinamika harga operasional yang ada,” ujarnya. Pemerintah, kata Menteri Johnny, juga akan secara berkala mengevaluasi dan meninjau ulang batas tarif yang ditetapkan.
“Batasan tarif tersebut berlaku untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan RT-PCR atas permintaan sendiri atau mandiri,” jelasnya.
Batas tarif tertinggi tidak berlaku untuk penelusuran kontak (contact tracing) atau rujukan kasus Covid-19 ke rumah sakit yang penyelenggaraannya mendapatkan bantuan pemeriksaan RT-PCR dari Pemerintah atau bagian dari penjaminan pembiayaan pasien Covid-19.***
Penulis : M. Rain Daling
Editor : M. Rain Daling