Pemerintah Pusat Targetkan Eliminasi TBC Pada Tahun 2030, Pemkot Semarang Optimis Targetkan di 2028

Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu saat membuka Workshop Sosialisasi dan Perencanaan Kerja pada lintas OPD-swasta pada Selasa (23/7/2024) di Hotel Novotel Semarang. Foto: dokumentasi
Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu saat membuka Workshop Sosialisasi dan Perencanaan Kerja pada lintas OPD-swasta pada Selasa (23/7/2024) di Hotel Novotel Semarang. Foto: dokumentasi

Banyak terjadi pasien TBC akhirnya tidak produktif, dikucilkan, diskriminasi lingkungan kerja hingga pemecatan hubungan kerja oleh tempat kerja. Hal ini berdampak pada kondisi sosial dan ekonomi keluarga pasien.

“Jadi selama ini adalah timbulnya masalah lainnya. Bukan saat selesai minum obat terus sembuh, tapi banyak permasalahan yang menyangkut pasien,” katanya. Oleh karenanya butuh peran banyak pihak, selain pengobatan secara kesehatan juga penting dalam edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat umum.

“Implementasi awal lebih pada penanganan sosial ekonomi, jadi mulai identifikasi dari masing-masing pasien apakah memang membutuhkan dalam mendukung pasien itu agar selesai pengobatannya,” katanya.

Anggun menyampaikan, penanganan preventif TBC ini lebih banyak pada peran edukasi lintas sektor, misal edukasi yang memiliki kelompok binaan, kelompok sasaran, dengan minimal ada edukasi. Sedangkan kuratifnya ada pada pasien yang membutuhkan bantuan.

Untuk fasilitas kesehatan sudah ada di semua rumah sakit, Puskesmas dan menyasar klinik swasta juga. Sudah ada 130 klinik swasta yang aktif dalam pengobatan TBC. Termasuk layanan jamkes BPJS berkomitmen dalam penanganan TBC. “Jadi penanganan tidak hanya di Rumah Sakit, misal yang tidak ada komorbid atau penyulit dia cukup pengobatan di Puskesmas dan klinik ini kan lebih dekat dari akses pengobatan dan rumah mereka,” katanya.

Dirinya menyampaikan untuk kondisi kasus TBC di kota Semarang ada sekitar 3.400-an kasus baru di kota Semarang. Dengan per bulan sekitar hampir 500 pasien baru di kota Semarang yang mencakup anak-anak, balita, usia produktif, lansia, di semua kalangan strata sosial ekonomi.

Melalui Tim Percepatan Penanggulangan TB ini selain mengeliminasi TBC di 2028, juga akan mengurangi beban negara yang cukup tinggi secara anggaran. “Kalau kita bisa mengurangi pasien, itu dapat menghemat keuangan negara juga tinggi. Dari situ maka semakin dapat kita tekan,” katanya.

Ia melanjutkan, di kota Semarang pilot projeknya ada di Kecamatan Semarang Utara, sebab di wilayah itu kompleks permasalahannya. Selain pasiennya banyak, sosial ekonominya juga kurang. “Kalau sudah berjalan baik, maka kita perluas di lokasi lain. Ini antisipasi awal,” ujarnya.

Di Semarang Utara, tahapannya telah dilakukan rapat internal lintas sektor seperti melibatkan Camat, dinas lintas sektor dan swasta. Dengan membentuk tim Semarang Utara Satgas TBC, yang akan rutin melakukan evaluasi. Kemudian melakukan identifikasi resiko pasien sudah dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh penanganan yang akan ditindaklanjuti.

“Kita juga sedang mengembangkan sistem monev-nya, seperti apakah dinas tertentu sudah melaksanakan apa saja apakah sudah sesuai sasaran, indikatornya jumlah mortalitasnya, penurunannya, lalu penemuan kasus barunya,” pungkasnya.(ADV)