Lingkar.co – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rembang melalui Dinas Kesehatan terus mempercepat upaya eliminasi penyakit Tuberkulosis (TBC). Hingga 15 Agustus 2025, penanganan TBC di Rembang telah mencapai 56 persen dari target tahunan.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Rembang, Maria Rehulina, menyebutkan bahwa hingga pertengahan Agustus sudah ditemukan 903 kasus TBC dari target 1.605 kasus tahun ini. Pihaknya optimistis target 100 persen bisa tercapai pada akhir tahun.
“Untuk penemuan terduga kasus TBC, capaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) kita sudah 75 persen. Harapannya akhir tahun bisa 100 persen. Sementara itu, treatment coverage atau kasus yang sudah ditangani melalui aplikasi SITB berada di angka 54 persen,” jelas Maria, kemarin.

Selain penanganan pasien, pencegahan terhadap kontak erat penderita TBC juga menunjukkan hasil positif. Hingga kini, 97 persen di antaranya telah mendapatkan Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT).
“Obat TPT ini penting karena meski tidak bergejala, kontak erat bisa menyimpan kuman dalam tubuh,” tambahnya.

Capaian tersebut tidak lepas dari dukungan lintas sektor, mulai dari organisasi masyarakat hingga kader desa. Berbagai inovasi juga dilakukan, seperti layanan pengantaran sampel dahak oleh kader yang dikenal dengan “Ojek Dahak” serta pengingat minum obat melalui pesan singkat.
Pemkab Rembang juga memiliki payung hukum untuk memperkuat program eliminasi TBC, antara lain:
• SK Kepala Dinas Kesehatan No. 443.3/374/2022 tentang Pembentukan KOPI TBC Kabupaten Rembang periode 2022–2027.
• Perbup Rembang No. 35 Tahun 2024 tentang Rencana Aksi Daerah Penanggulangan TBC Tahun 2024–2029.
• Keputusan Bupati No. 400.7.8.1/1780/2024 tentang Pembentukan Tim Percepatan Penanggulangan TBC Tahun 2024.
Di tingkat puskesmas, strategi yang dijalankan mencakup optimalisasi Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), skrining aktif di perusahaan dan komunitas, mini lokakarya lintas sektor setiap tiga bulan, investigasi kontak, serta pelacakan pasien mangkir.
Meski begitu, Maria mengakui masih ada sejumlah kendala, seperti keterbatasan tenaga kesehatan dan rendahnya kesadaran masyarakat.
“Karena itu, kita libatkan forkopimcam hingga kepala desa. Penanggulangan TBC bukan hanya tugas tenaga kesehatan, tapi harus menjadi gerakan bersama,” tegasnya.
Sebagai informasi, TBC masih menjadi masalah kesehatan global. Indonesia sendiri menduduki peringkat kedua kasus TBC terbanyak di dunia setelah India. (*)
Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps