Lingkar.co- Keahlian komedi tunggal atau secara populer disebut sebagai Standup Comedy, sering kali dianggap sebagai keahlian yang remeh.
Wajar saja jika komedi tunggal itu dianggap mudah dikuasai karena tampaknya para komedian hanya asal bicara saja di depan penonton.
Jika hanya bicara sendiri, orang akan berpikir bahwa semua orang pasti bisa melakukannya. Orang tidak akan pernah curiga bahwa keahlian standup komedi memiliki tingkat kesulitan yang luar biasa.
Kenyataannya, komedi tunggal merupakan suatu ketrampilan kesenian yang rumit dan membutuhkan jam terbang yang tinggi. Oleh karena itu, keahlian komedi tunggal perlu diajarkan secara terstruktur.
Para komedian profesional adalah pihak yang “bersalah” pada masyarakat karena membuat komedi tunggal tampak sangat mudah dilakukan.
Mereka bertutur secara alamiah dan tampak lucu secara alamiah. Gara-gara itulah, banyak orang yang mengira bahwa mereka juga bisa tampil lucu secara alamiah.
Di lapangan, para komedian profesional telah menggembleng kemampuan komedinya selama ribuan jam. Mereka juga telah mengujikan materi lawakan mereka ke berpuluh-puluh panggung.
Mereka tampil dengan sangat lihai dan tampak spontan, padahal materi mereka telah dipersiapkan dari kata per kata. Intonasi dan mimik muka mereka telah diatur sedemikian rupa.
Mereka berlatih akting, melakukan riset dan diskusi sebaya selama bertahun-tahun untuk mencapai penampilan lucu yang alamiah. Apa yang tampak seperti spontan ternyata adalah suatu kemampuan yang diasah dan dipersiapkan.
Saya sebagai dosen berkesimpulan bahwa perguruan tinggi harus mulai memasukkan materi komedi tunggal di dalam kurikulumnya atau minimal dalam kegiatan ekstra-kurikulernya.
Keahlian menampilkan komedi tunggal menyimpan sub-ketrampilan yang bermacam-macam. Sub-ketrampilan yang pertama adalah public speaking.
Seorang komika diharuskan melatih tuturannya berulang kali agar tidak gagap dan dapat memancing tertawa penonton. Pada sub-ketrampilan ini, komika secara tidak langsung telah melatih diri menjadi pembicara publik yang handal.
Pandji Pragiwaksono, Raditya Dika dan bahkan Cak Lontong merupakan pembicara publik yang hebat di luar panggung komedi. Mereka adalah komedian yang melatih kelucuan mereka sekaligus menyempurnakan komunikasi publik mereka. Mahasiswa layak mendapatkan kemampuan yang sepenting ini.
Sub-ketrampilan yang kedua dari keahlian komedi tunggal adalah penalaran. Dalam membuat materi komedi tunggal, seorang komedian wajib mengetahui teori humor dan komedi.
Tanpa menguasai teori humor dan komedia, seorang komedian akan kecewa karena materinya tidak menghasilkan tawa penonton. Untuk memahami materi apa yang akan membuat penonton tertawa, komedian membutuhkan penalaran tinggi.
Komedian harus tahu bagaimana mengidentifikasi tragedi dalam kehidupan dan menyajikannya sebagai sesuatu yang lucu.
Komedian juga harus mampu mengenali makna tersurat dan tersirat dalam sebuah tuturan. Raditya Dika pernah membuat sebuah candaan yang berbunyi “satu-satunya cara untuk menjawab pertanyaan dari wanita adalah pura-pura mati”.
Untuk membuat dan memahami candaan ini, kita perlu penalaran tinggi. Raditya Dika mampu menyajikan pengamatannya bahwa apapun yang dikatakan oleh laki-laki di hadapan wanita akan selalu dinilai salah, maka lebih baik pura-pura mati. Keahlian penalaran tinggi ini sangat diperlukan oleh mahasiswa.
Sub-ketrampilan yang terakhir yang terkait dengan komedi tunggal adalah kemampuan mengelola mental. Komedi aliran lain masih bisa mengandalkan kelompok ataupun alat-alat lain untuk kelucuan.
Komedi tunggal hanya disajikan oleh seorang komedian dengan bantuan pelantang. Tidak ada bantuan dari kawan atau alat bantu lain.
Memang ada komedian tunggal yang menggunakan alat musik atau sulap untuk membantu penampilannya, tapi jumlahnya sangat sedikit.
Karena tampil sendiri, maka kelucuan menjadi tanggung jawab yang absolut bagi penampil. Dalam sebuah penampilan komedi tunggal yang normal, komika diharapkan memancing tawa penonton empat kali dalam satu menit.
Maka ketika beberapa menit berlalu tanpa tawa, penampil mulai merasakan beban yang luar biasa. Banyak komedian tunggal akhirnya menyerah karena trauma dengan pengalaman “anyep” itu.
Hanya individu yang terlatih mentalnya yang mampu melalui cobaan seperti ini. Mahasiswa sangat membutuhkan kemampuan ini untuk menjadi calon warga negara yang tangguh.
Pada artikel ini telah saya sampaikan alasan mengapa keahlian komedi tunggal perlu diajarkan kepada mahasiswa secara sistematis. Telah diuraikan bahwa latihan komedi tunggal mengajarkan tiga sub-ketrampilan: public speaking, penalaran tingkat tinggi dan pengelolaan mental.
Semoga dalam waktu dekat ide ini dapat terlaksana di perguruan tinggi Indonesia. Salam pendidikan tinggi.
Penulis:
Hendi Pratama, S.Pd., M.A
Wakil Rektor IV Universitas Negeri Semarang (UNNES)
Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps