Perlakuan Diskriminatif Kemendikdasmen Dinilai Fatal, Pengamat; Menteri Pendidikan Harusnya Jadi Teladan, Mengayomi dan Menginspirasi

Salah satu peserta lomba poster digital Porsema NU Kota Semarang saat membuat desain poster. Foto: Rifqi/Lingkar.co
Lomba poster digital Porsema NU Kota Semarang. Foto: Rifqi/Lingkar.co

Surat tersebut diteken oleh Budhi Eviani Herliyanto, SP., MP atas nama Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah IV, Kepala Seksi SMK Cabdin Wilayah IV. Adapun dasar pada poin kelima yang melandasi keluarnya surat tersebut yakni Surat Ketua Majelis Pendidikan Dasar Menengah dan Pendidikan Nonformal Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 395/I.4/F/2025, tanggal 04 Agustus 2025.

Sedangkan 10 peserta kegiatan tersebut antara lain; Alifia Rosyida, S.Pd., Gr., M.Pd (SMK Muhammadiyah Randublatung), Romzi Hamid, S.Kom (SMK Muhammadiyah 2 Cepu), Eka Mulyasari S.Ds (SMK Muhammadiyah 2 Blora), Wirastuti (SMK Muhammadiyah 1 Cepu), Oky Rimbawanto, S.Kom (SMK Muhammadiyah 1 Blora), Risma Kurnia Fitri, S.Pd (SMAS Muhammadiyah Cepu), Sulikah,SE, (SMA Muhammadiyah Todanan), Eko Yulianto Prambudi, S.Pd (SMA Muhammadiyah Randublatung), Priyanto, S.E (SMA Muhammadiyah 1 Blora), dan Richard Argadia, S.Kom (SMA AT-TAJDID Cepu).

Usai viral, pada Minggu, 17 Agustus 2025 Direktorat Sekolah Menengah Pertama Kemendikdasmen kembali mengeluarkan Surat Nomor 2246/C4/DM.00.02/2025 dengan lampiran tiga lembar tentang Pembatalan Surat Undangan Peserta Kegiatan Bimbingan Teknis Pembelajaran Mendalam, Koding/KA, dan Penguatan Karakter Region Jawa Tengah 2. Pembatalan ini merupakan bentuk koreksi atas kebijakan sebelumnya.

HUT Kendal

Namun, menurut Aziz, perlu ditegaskan bahwa pembatalan semata tidak otomatis meredam kegaduhan, terlebih jika tidak diikuti evaluasi mendalam serta perbaikan mekanisme ke depan. “Kebijakan yang diskriminatif, meskipun hanya dalam bentuk seleksi peserta bimtek, harus dihindari karena berpotensi memicu fragmentasi sosial dan menurunkan kualitas kepercayaan publik terhadap pemerintah. Yang lebih dibutuhkan adalah kebijakan yang inklusif, transparan, dan berkeadilan sehingga dunia pendidikan benar-benar menjadi rumah bersama bagi semua anak bangsa,” tuturnya.

Pelanggaran Hukum

Aziz menilai, jika betul dalam kasus Bimtek Kemendikdasmen yang hanya mengundang sekolah Muhammadiyah, maka potensi dugaan pelanggaran hukumnya adalah;

HUT Kendal
  1. Pelanggaran Administratif (UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan) Pasal 17 ayat (2) dan (3) → pejabat dilarang menyalahgunakan wewenang. Menyeleksi peserta Bimtek hanya dari satu ormas = menggunakan wewenang tidak sesuai tujuan (diskriminatif).
  2. Kebijakan Bimtek hanya untuk sekolah Muhammadiyah bertentangan dengan asas non-diskriminasi (UUD 1945 & UU Sisdiknas), berpotensi penyalahgunaan wewenang administratif (Pasal 17 UU 30/2014), dan jika ada kerugian keuangan negara, bisa naik menjadi Tipikor (Pasal 3 UU 31/1999 jo. UU 20/2001).

Senada, Direktur Eksekutif dan pengamat kebijakan publik di The Justice Institute, Dr. M. Kholidul Adib menyatakan sependapat dengan advokat di Lembaga Bantuan Hukum Pekalongan, A.Saiful Aziz dan Ketua Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Pendidikan Ma’arif (LP Maarif) Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Tengah, Fakhruddin Karmani.

Png-20230831-120408-0000

Menurut Adib, Kemendikdasmen bukan hanya milik ormas tertentu, dan ia menginginkan adanya keadilan gak memperoleh Bintek yang sama bagi semua pihak.

“Semua lembaga pendidikan menginginkan ada keadilan, Kemendikbud adalah lembaga negara yang wajib memajukan semua lembaga pendidikan di Indonesia bukan hanya milik ormas tertentu,” ujarnya.

Jadi, lanjutnya, peserta bimtek tidak hanya Muhammadiyah, lembaga pendidikan milik NU, Ahmadiyah Persis dan lainnya juga harus diundang sebagai peserta bimtek.

Maka dari itu, dia menilai tidak perlu ada surat pembatalan karena merugikan peserta dan hotel serta pihak lain terkait akomodasi yang sudah terlanjur dipesan. Hanya saja, praktek pelaksanaan kegiatan kegiatan yang harus diperbaiki.

“Desain acaranya yang diubah termasuk susunan acaranya tidak ada menyanyikan lagu mars ormas tertentu. Kedua, Narasumber benar benar dari pakar, tidak terikat dengan ormas tertentu, bebas dari mana saja asal mumpuni. Ketiga, peserta melibatkan berbagai unsur lembaga pendidikan, tidak hanya dari satu ormas saja. Jadi bisa melibatkan banyak ormas atau lembaga pendidikan lintas ormas dan lintas agama,” tutupnya. (*)

Penulis: Ahmad Rifqi Hidayat

Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps