Lingkar.co — Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti mengajak masyarakat, khususnya generasi muda, untuk meneladani semangat para pejuang dalam Pertempuran Lima Hari di Semarang dengan cara melawan pertempuran zaman modern, yakni kemalasan, ketidakpedulian, dan krisis kesadaran sosial.
Pesan itu disampaikan saat menghadiri Pameran Arsip dan Sejarah Pertempuran Lima Hari di Semarang yang digelar di Lawang Sewu, Selasa (14/10/2025).
“Kalau tidak ada pameran seperti ini, mungkin banyak yang tidak paham sejarah. Tapi luar biasa, arsip-arsip ini membuat kita sadar betapa besar perjuangan mereka,” ujar Agustina.
“Acara seperti ini bukan untuk tepuk tangan, tapi untuk berdiskusi dan memahami. Justru di sinilah pengetahuan yang mendalam tumbuh,” lanjutnya.
Menurutnya, kegiatan semacam ini penting, karena membuka ruang refleksi bagi warga. Terlebih, pameran tersebut sudah berlangsung beberapa hari sehingga masyarakat memiliki kesempatan luas untuk datang dan belajar.
“Apalagi nanti malam akan ada prosesi peringatan dengan inspektur Pak Gubernur. Harapannya, ini bisa jadi momentum bagi kita untuk melawan hal-hal negatif, mulai dari malas buang sampah, malas bangun pagi, sampai malas berbagi,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Agustina juga menyoroti pentingnya memahami konteks sejarah agar bisa menghadapi tantangan zaman kini.
“Kalau dulu pertempurannya fisik, sekarang pertempuran ekonomi dan pikiran. Anak-anak muda harus belajar bagaimana menjaga ekosistem agar tidak ada lagi ‘pertempuran lima hari’ di era modern,” ucapnya.
Ia menilai, memahami sejarah bukan hanya soal mengenang masa lalu, tapi juga membangun kesadaran sosial agar generasi penerus lebih tangguh dan beretika.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti minimnya literasi sejarah lokal, terutama tentang Pertempuran Lima Hari di Semarang. Ia meminta jajaran pustakawan dan pengelola arsip kota untuk terus mencari sumber-sumber baru, termasuk dari luar negeri.
“Saya minta setiap tahun harus ada testimoni baru. Coba cari arsip di Belanda atau Australia. Karena kabarnya arsip di Jepang sudah banyak yang hilang. Kita perlu tahu apa yang terjadi di tahun itu dan mengapa, supaya peristiwa serupa tidak terulang,” tuturnya. (Adv)








