Lingkar.co – Kehadiran bajaj yang mulai wara-wiri di sejumlah ruas jalan Kota Semarang menuai sorotan tajam. Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Semarang menegaskan bahwa operasional moda transportasi roda tiga asal Jakarta itu hingga kini belum mengantongi izin resmi.
Kepala Bidang Angkutan Dishub Kota Semarang, R. Ambar Prasetyo, menyebutkan sebanyak 22 unit bajaj yang dioperasikan salah satu aplikasi berbasis daring, belum memenuhi ketentuan perundang-undangan.
“Bajaj yang beroperasi di Semarang saat ini hanya bermodal STNK atau STCK. Tidak ada izin angkutan umum dari Dishub,” jelasnya, Selasa (29/9/2025).
Problem regulasi menjadi alasan utama. Dalam Permenhub Nomor 12 Tahun 2019, kendaraan roda tiga yang diperbolehkan beroperasi sebagai angkutan umum hanyalah sepeda motor terbuka. Sedangkan bajaj, dengan bodi tertutup dan kapasitas mesin kecil, tidak sesuai kategori ojek online maupun angkutan sewa khusus sebagaimana diatur Permenhub Nomor 118 Tahun 2018.
“Bajaj tidak memenuhi ketentuan sebagai angkutan umum. Secara aturan posisinya tidak jelas,” imbuh Ambar.
Kondisi ini menimbulkan resistensi dari Organisasi Angkutan Darat (Organda) yang menilai keberadaan bajaj berpotensi merugikan operator angkutan resmi. Dishub mengaku akan menindaklanjuti keluhan Organda dengan menggelar forum bersama Satlantas Polrestabes Semarang, Dishub Jateng, dan Kementerian Perhubungan.
Meski demikian, Ambar menegaskan Dishub tidak menutup pintu bagi kehadiran bajaj sebagai opsi transportasi alternatif. Namun, skema operasionalnya harus jelas, sesuai regulasi, dan tidak merugikan moda transportasi lain. “Kami terbuka terhadap inovasi, tapi harus sesuai aturan. Jika tidak, sulit untuk dilegalkan,” tegasnya.
Polemik bajaj di Semarang pun menjadi gambaran tantangan kota besar dalam menghadapi inovasi transportasi baru. Di satu sisi masyarakat butuh pilihan angkutan praktis dan murah, namun di sisi lain regulasi dan kesetaraan persaingan antar moda harus tetap ditegakkan. ***