Prevalensi Stunting di Pati Terus Turun, Dinkes Targetkan 16 Persen Tahun Ini

Ketua Tim Gizi Dinkes Pati, Evi Rosdiana Sari. Foto: Miftah/Lingkar.co

Lingkar.co – Penanganan stunting di Kabupaten Pati menunjukkan hasil tren positif. Dinas Kesehatan (Dinkes) Pati mencatat penurunan prevalensi signifikan dalam tiga tahun terakhir.

Ketua Tim Gizi Dinkes Pati, Evi Rosdiana Sari, menyebut prevalensi stunting turun dari 23 persen pada 2022 menjadi 18,5 persen pada 2023, dan kembali turun menjadi 16,5 persen pada 2024.

“Stunting trennya menurun mulai tahun 2022, yang semula 23 persen turun jadi 18,5 persen. Dan kemudian, di 2023 hingga 2024 turun menjadi 16,5 persen. Harapan kami prevalensi tahun ini bisa mencapai target kabupaten yaitu 16 persen,” jelasnya, Jumat (12/12/2025).

Hingga Oktober 2025, terdapat 5.222 balita berperawakan pendek dan 92 balita terdiagnosis stunting di Kabupaten Pati. Evi menegaskan pentingnya membedakan antara balita pendek dan balita stunting.

“Yang harus menjadi perhatian masyarakat adalah bahwa anak berperawakan pendek itu belum tentu stunting, namun kalau balita terdiagnosis stunting pasti pendek,” ujarnya.

Kabupaten Pati, katanya, juga berhasil meraih peringkat 2 terbaik se-Jawa Tengah dalam penanganan stunting dua tahun berturut-turut, serta penghargaan dari Kemendagri sebagai salah satu dari 197 daerah berkinerja baik.

“Alhamdulillah bisa mendapat penghargaan baik di tingkat nasional maupun provinsi, semoga bisa mempertahankan dan meningkatkan apa yang telah kita raih,” tambahnya.

Ia mengatakan Inovasi daerah melalui program Berdenting menjadi unggulan dalam memilah balita stunted dan stunting. Program yang masih dilakukan secara manual ini akan segera didigitalisasi.

“Berdenting yang awalnya manual itu nanti akan kita alihkan dengan metode digitalisasi,” jelas Evi.

Lebih lanjut, ia mengatakan bawa Dinkes Pati telah menjalankan intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Intervensi spesifik menyasar pemenuhan gizi pada 1.000 HPK, termasuk pemberian MMS untuk ibu hamil, TTD bagi remaja putri, ASI eksklusif, vitamin A, serta PMT lokal.

“Anak harus mengonsumsi protein hewani dan lemak yang cukup, lalu kebutuhan ASI eksklusif juga perlu, dan rutin ke Posyandu,” terangnya.

Sementara itu, lanjutnya, intervensi sensitif difokuskan pada edukasi gizi, STBM, gerakan hidup sehat, dan kampanye perubahan perilaku, yang dilaksanakan lintas sektor.

Dinkes juga memberikan PMT lokal serta Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) bagi balita stunting yang diresepkan dokter spesialis anak. (*)