Lingkar.co – Seorang pria yang diduga ajudan Puan Maharani diduga melakukan pelecehan seksual terhadap seorang wartawan perempuan kerika menghadiri kampanye terakhir Capres-Cawapres 03 di Simpang Lima Semarang pada Sabtu (10/2/2024) kemarin.
Wartawati tersebut sempat menangis usai kejadian.
Salah seorang saksi berinisial HP yang juga wartawan mengkonfirmasi dugaan pelecehan itu.
“Iya betul (kejadiannya) di dekat panggung,” jelas HP pada Minggu (11/1/2024).
Saksi lain yang merupakan teman korban menjelaskan peristiwa tersebut terjadi saat momen Puan berswafoto bersama awak media. Lalu, pria yang diduga ajudan Puan Maharani yang mengenakan in ear itu tiba-tiba memegang bagian sensitif atau kemaluan korban.
“Awalnya bu Puan ngajak foto, korban ada di belakang Bu Puan, terus ajudannya Bu Puan nyingkirin sambil bilang awas-awas tapi tangannya megang kemaluan. Pertama korban lihatin sambil mencerna. Ke dua kali dia megang lagi di tempat yang sama,” ungkapnya.
Sedangkan menurut korban, dirinya sempat meneriaki pria tersebut. Namun pria yang diduga ajudan Puan tersebut langsung melarikan diri.
“Setelah dua kali itu dia bilang sorry, sorry. Korban sempat bilang ini kemaluan lho mas. Orangnya langsung pergi,” ucapnya.
Korban sendiri sudah dihubungi awak media lain, namun dia belum bisa memberikan komentar karena mengaku masih trauma.
Terpisah, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang menyatakan berbagai bentuk kekerasan dan pelecehan terhadap jurnalis.
Divisi Gender, Anak dan Kelompok Marginal, AJI Kota Semarang, Riska Farasonalia menegaskan, pelecehan seksual dan serangan terhadap jurnalis tidak bisa dibiarkan.
“Kami berpandangan perbuatan pelaku termasuk menghalangi kerja jurnalistik. Intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis dilarang sesuai Undang-Undang Pers,” ujarnya.
UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 3 menjamin kemerdekaan pers. Aturan itu menyebutkan pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Siapa saja yang sengaja melawan hukum, menghambat, atau menghalangi ketentuan Pasal 4 ayat 3, maka dapat dipenjara maksimal 2 tahun, dan denda paling banyak Rp 500 juta.
Ketentuan sanksi sesuai UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ada pada bab VII yang mengatur ketentuan pidana. Pasal 18 ayat 1 menyebutkan setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Selain itu, perbuatan pelaku juga mengarah pada dugaan tindak pidana kekerasan seksual seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
“Kami meminta kepada seluruh pihak untuk melawan berbagai bentuk pelecehan seksual dan melindungi kerja-kerja jurnalis. Pelaku harus dihukum seberat-beratnya sesuai aturan agar peristiwa tersebut tidak berulang,” bebernya.
Selain itu, kepolisian harus menindak tegas pelaku pelecehan seksual. Serta penyelenggara harus bertanggung jawab memberikan ruang aman dari tindakan pelecehan seksual.
AJI Semarang juga meminta kantor redaksi jurnalis tersebut untuk memberikan dukungan penuh terhadap korban.
“Perusahaan media bertanggung jawab atas keselamatan pekerja medianya, termasuk mendampingi jurnalisnya yang menjadi korban kekerasan,” paparnya.
Perwakilan korban yang enggan disebutkan namanyapun telah menerima laporan adanya pelecehan seksual yang dialami saat korban meliput kampanye terakhir Ganjar-Mahfud di Simpang Lima.
“Saat itu jurnalis kami melakukan doorstop dengan Puan Maharani, jurnalis kami mendapat perlakukan dari orang yang diduga pengawal Puan. Orang tersebut mendorong jurnalis dengan cara menyentuh bagian kemaluan sebanyak dua kali. Kemudian jurnalis kami teriak histeris,” ujarnya.
Atas kejadian tersebut pihaknya kemudian mengambil sikap;
- Fokus menenangkan korban karena mengalami shock selepas kejadian pelecehan seksual tersebut. Saat ini korban mengalami shock berat, sehingga perlu mendapat dukungan psikis.
- Membuat/menyusun kronologi laporan sambil menunggu koordinasi dengan korban dan saksi-saksi yang melihat peristiwa tersebut.
- Menindaklanjuti laporan dan memberikan advokasi kepada jurnalisnya.
“Kami menunggu kondisi jurnalis kami pulih, setelah itu pasti akan menindaklanjuti peristiwa tersebut. Bagaimanapun kami tidak mentolerir tindakan-tindakan pelecehan seksual yg menimpa seorang jurnalis saat melakukan tugasnya,” tutupnya. (*)
Penulis: Ani Friska
Editor: Ahmad Rifqi Hidayat
Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps