Site icon Lingkar.co

Pro dan Kontra Wacana Utang Pemkab Blora Masih Berlanjut

PARAH: Potret salah satu jalan rusak di Blora yang membuat Pemkab berinisiatif melakukan utang untuk anggaran perbaikan. (BAGUS ABSHORU/LINGKAR.CO)

PARAH: Potret salah satu jalan rusak di Blora yang membuat Pemkab berinisiatif melakukan utang untuk anggaran perbaikan. (BAGUS ABSHORU/LINGKAR.CO)

BLORA, Lingkar.co – Pro dan Kontra Wacana Utang Pemkab Blora Masih Berlanjut, Wacana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora untuk pembangunan infrastruktur jalan yang rusak.

Dua lembaga keuangan telah memaparkan skema utangnya kepada Pemkab Blora dan Pimpinan Dewan.

Tawaran yang pertama dari PT Bank Jateng, yang menawarkan utang sebesar Rp. 300 Milyar, dengan tenor 3 tahun, bunganya 8%.

Tawaran yang pertama tersebut agaknya langsung mendapat penolakan dari Pimpinan DPRD Blora.

Baca juga:
Refocusing Anggaran Covid-19 Masih Menjadi Fokus Pemkab Grobogan

“Karena bunganya terlalu tinggi maka kami tolak dan meminta untuk mencari perbandingan dari lembaga keuangan lain, seperti PT. Sarana Multi Infrastruktur (Persero),” ujar Siswanto, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blora.

Melakukan Kunjungan ke BUMN

Setelah melakukan penolakan dari PT Bank Jateng, pihaknya melakukan kunjungan ke PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Singkat kata, jajaran Eksekutif Pemerintah Kabupaten Blora telah mendapatkan paparan terkait skema utang tersebut.

Dengan rincian, nantinya PT. SMI (Persero) akan memberikan hutang sebesar Rp. 400 Milyar, dengan tenor 3-8 tahun, dengan beban bunga 5,3% per tiga tahun.

Baca juga:
Mantan Pemain Timnas Sepak Bola Terjerat Kasus Penipuan

Beberapa kalangan menilai bahwa utang itu untuk membangun lebih dari 600 kilometer jalan yang rusak parah.

Sedangkan postur APBD yang sebesar Rp. 2,1 Trilyun, lebih dari 45% untuk belanja pegawai dan belanja rutin, sisanya adalah untuk belanja modal, yang terbagi ke seluruh OPD.

Dimana jumlah anggaran tersebut jelas tidak mampu membiayainya, apalagi ada refocusing dan rasionalisasi anggaran untuk penanganan Covid 19 yang totalnya mencapai Rp100 Milyar, opsi utang layak dipertimbangkan.

Kebijakan Hutang Akan Menyusahkan Rakyat

Sementara sisi kontra, menurut Seno Margo Utomo, yang juga mantan Anggota DPRD Blora dari PKS, menolak dengan keras wacana utang tersebut.

Menurutnya dengan pertimbangan dan perhitungan yang bisa logis, utang tersebut akan membebani rakyat dan generasi yang akan datang.

“Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor Migas, layak diperjuangkan, yaitu dengan melakukan Judicial Review Dana Bagi Hasil Migas ke Mahkamah Konstitusi, di samping itu, PAD dari DBH Participating Interrest Blok Cepu, yang tahun ini mencapai Rp. 60 Milyar, mestinya bisa menjadi solusi, tanpa harus hutang ke manapun,” terangnya.

Baca juga:
Panja RUU Larangan Minuman Beralkohol Sepakat Dibentuk

Kepala Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kabupaten Blora mengatakan perlu kehati-hatian dalam memutuskan wacana ini, faktor keamanan dan kesesuaian harus diperhitungkan.

“Susun regulasi yang ketat dulu, jangan sampai pemerintah mengambil langkah yang gegabah, karena prosedur pengadaan utang sampai dengan upaya pelunasan nantinya juga tidak sesederhana apa yang dibayangkan masyarakat,” terangnya.

Lanjutnya mengenai pro dan kontra wacana utang pemkab Blora, karena jelas dan pasti utang daerah akan mendapatkan sorotan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), jadi harus hati-hati,” pungkasnya. (oru/luh)

Baca juga:
Densus 88 Amankan 26 Orang Terduga Teroris

Exit mobile version